Jumat, 26 Desember 2008

10 Alasan untuk tidak memakai Jilbab


ALASAN I: Saya belum benar-benar yakin akan fungsi/kegunaan jilbab

Kami kemudian menanyakan dua pertanyaan kepada saudari ini;

Pertama, apakah ia benar-benar percaya dan mengakui kebenaran agama Islam? Dengan alami ia berkata: Ya, sambil kemudian mengucap Laa Ilaa ha Illallah! Yang menunjukkan ia taat pada aqidahnya dan Muhammadan rasullullah! Yang menyatakan ia taat pada syariahnya. Dengan begitu ia yakin akan Islam beserta seluruh hukumnya.
Kedua, kami menanyakan; Bukankah memakai jilbab termasuk hukum dalam Islam? Apabila saudari ini jujur dan dan tulus dalam ke-Islamannya, ia akan berkata; Ya, itu adalah sebagian dari hukum Islam yang tertera di Al-Quran suci dan merupakan sunnah Rasulullah SAWW yang suci.

Jadi kesimpulannya disini, apabila saudari ini percaya akan Islam dan meyakininya, mengapa ia tidak melaksanakan hukum dan perintahnya?

ALASAN II: Saya yakin akan pentingnya jilbab namun Ibu saya melarangnya, dan apabila saya melanggar ibu, saya akan masuk neraka.
Yang telah menjawab hal ini adalah ciptaan Allah Azza wa Jalla termulia, Rasulullah SAWW dalam nasihatnya yang sangat bijaksana; "Tiada kepatuhan kepada suatu ciptaan diatas kepatuhan kepada Allah SWT." (Ahmad) Sesungguhnya, status orangtua dalam Islam, menempati posisi yang sangat tinggi dan terhormat.

Dalam sebuah ayat disebutkan; "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang Ibu Bapak . . " (QS. An-Nisa:36).

Kepatuhan terhadap orangtua tidak terbatas kecuali dalam satu aspek, yaitu apabila berkaitan dengan kepatuhan kepada Allah SWT. Allah berfirman; " dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya...(QS.Luqman : 15)

Berbuat tidak patuh terhadap orangtua dalam menjalani perintah Allah SWT tidak menyebabkan kita dapat berbuat seenaknya terhadap mereka. Kita tetap harus hormat dan menyayangi mereka sepenuhnya.
Allah berfirman di ayat yang sama; "dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.

Kesimpulannya, bagaimana mungkin kamu mematuhi ibumu namun melanggar Allah SWT yang menciptakan kamu dan ibumu.

ALASAN III: Posisi dan lingkungan saya tidak membolehkan saya memakai jilbab.

Saudari ini mungkin sati diantara dua tipe: dia tulus dan jujur, atau sebaliknya, ia seorang penipu yang mengatasnamakan lingkungan pekerjaannya untuk tidak memakai jilbab.

Kita akan memulai dengan menjawab tipe dia adalah wanita yang tulus dan jujur. "Apakah anda tidak tidak menyadari saudariku tersayang, bahwa wanita muslim tidak diperbolehkan untuk meninggalkan rumah tanpa menutupi auratnya dengan hijab dan adalah kewajiban bagi setiap muslim untuk mengetahuinya? Apabila engkau, saudariku, menghabiskan banyak waktu dan tenagamu untuk melakukan dan mempelajari berbagai macam hal di dunia ini...

bagaimana mungkin engkau dapat sedemikian cerobohnya untuk tidak mempelajari hal-hal yang akan menyelamatkanmu dari kemarahan Allah dan kematianmu?" Bukankah Allah SWT telah berfirman; "maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui(QS An-Nahl : 43).

Belajarlah untuk mengetahui hikmah menutup auratmu. Apabila kau harus keluar rumahmu, tutupilah auratmu dengan jilbab, carilah kesenangan Allah SWT daripada kesenangan syetan. Karena kejahatan dapat berawal dari pemandangan yang memabukkan dari seorang wanita.

Saudariku tersayang, apabila kau benar-benar jujur dan tulus dalam menjalani sesuatu dan berusaha, kau akan menemukan ribuan tangan kebaikan siap membantumu, dan Allah SWT akan membuat segala permasalahan mudah untukmu.

Bukankah Allah SWT telah berfirman; "Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.."(QS. AtTalaq :2-3).

Kedudukan dan kehormatan adalah sesuatu yang ditentukan oleh Allah SWT. Dan tidak bergantung pada kemewahan pakaian yang kita kenakan, warna yang mencolok, dan mengikuti trend yang sedang berlaku.

Kehormatan dan kedudukan lebih kepada bersikap patuh pada Allah SWT dan Rasul-Nya SAWW,dan bergantung pada hukum Allah SWT yang murni.

Dengarkanlah kalimat Allah; "sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu.."(QS.Al Hujurat:13)

Kesimpulannya, lakukanlah sesuatu dengan mencari kesenangan dan keridhoan Allah SWT, dan berikan harga yang sedikit pada benda-benda mahal yang dapat menjerumuskanmu.

ALASAN IV: Udara di daerah saya amatlah panas dan saya tidak dapat menahannya. Bagaimana mungkin saya dapat mengatasinya apalagi jika saya memakai jilbab.

Allah SWT memberikan perumpamaan dengan mengatakan; "api neraka jahannam itu lebih lebih sangat panas(nya) jikalau mereka mengetahui.."(QS.At-Taubah: 81)

Bagaimana mungkin kamu dapat membandingkan panas di daerahmu dengan panas di neraka jahannam? Sesungguhnya saudariku, syetan telah mencoba membuat talli besar untuk menarikmu dari panasnya bumi ini kedalam panasnya suasana neraka.

Bebaskan dirimu dari jeratannya dan cobalah untuk melihat panasnya matahari sebagai anugerah, bukan kesengsaraan. Apalagi mengingat bahwa intensitas hukuman dari Allah SWT akan jauh lebih berat dari apa yang kau rasakan sekarang di dunia fana ini.

Kembalilah pada hukum Allah SWT dan berlindunglah dari hukuman-Nya, sebagaimana tercantum dalam ayat; "mereka tidak merasakan kesejukan didalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah"(QS. AN-NABA 78:24-25).

Kesimpulannya, surga yang Allah SWT janjikan, penuh dengan cobaan dan ujian. Sementara jalan menuju neraka penuh dengan kesenangan, nafsu dan kenikmatan.

ALASAN V: Saya takut, bila saya memakai jilbab sekarang, di lain hari saya akan melepasnya kembali, karena saya melihat banyak sekali orang yang begitu.

Kepada saudari itu saya berkata, "apabila semua orang mengaplikasikan logika anda tersebut, mereka akan meninggalkan seluruh kewajibannya pada akhirnya nanti!

Mereka akan meninggalkan shalat lima waktu karena mereka takut tidak dapat melaksanakan satu saja waktu shalat itu.

Mereka akan meninggalkan puasa dibulan ramadhan,karena mereka tekut tidak dapat menunaikan satu hari ramadhan saja di bulan puasa, dan seterusnya.

Tidakkah kamu melihat bagaimana syetan telah menjebakmu lagi dan memblokade petunjuk bagimu? Allah SWT menyukai ketaatan yang berkesinambungan walaupun hanya suatu ketaatan yang sangat kecil atau dianjurkan.

Lalu bagaimana dengan sesuatu yang benar-benar diwajibkan sebagaimana kewajiban memakai jilbab? Rasulullah SAWW bersabda; "Perbuatan yang paling dicintai Allah adalah perbuatan mulia yang terus menerus, yang mungkin orang lain anggap kecil."

Mengapa kamu saudariku, tidak melihat
alasan mereka yang dibuat-buat untuk menanggalkan kembali jilbab mereka dan menjauhi mereka? Mengapa tidak kau buka tabir kebenaran dan berpegang teguh padanya? Allah SWT sesungguhnya telah berfirman; "maka kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang di masa kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa"(QS. AL BAQARAH 2:66)

Kesimpulannya, apabila kau memegang teguh petunjuk dan merasakan manisnya keimanan, kau tidak akan meninggalkan sekali pun perintah Allah SWT setelah kau melaksanakannya.

ALASAN VI: Apabila saya memakai jilbab, maka jodohku akan sulit, jadi aku akan memakainya nanti setelah menikah.

Saudariku, suami manapun yang lebih menyukaimu tidak memakai jilbab dan membiarkan auratmu di depan umum, berarti dia tidak mengindahkan hukum dan perintah Allah SWT dan bukanlah suami yang berharga sejak semula.

Dia adalah suami yang tidak memiliki perasaan untuk melindungi dan menjaga perintah Allah SWT, dan jangan pernah berharap tipe suami seperti ini akan menolongmu menjauhi api neraka, apalagi memasuki surga Allah SWT.

Sebuah rumah yang dipenuhi dengan ketidak-taatan kepada Allah SWT, akan selalu menghadapi kepedihan dan kemalangan di dunia kini dan bahkan di akhirat nanti.

Allah SWT bersabda; "dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta"(QS. TAHA 20:124)

Pernikahan adalah sebuah pertolongan dan keberkahan dari Allah SWT kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Berapa banyak wanita yang ternyata menikah sementara mereka yang tidak memakai jilbab tidak?

Apabila kau saudariku tersayang, mengatakan bahwa ketidak-tertutupanmu kini adalah suatu jalan menuju sesuatu yang murni, asli, yaitu pernikahan tidak ada ketertutupan.

Saudariku, suatu tujuan yang murni, tidak akan tercapai melalui jalan yang tidak murni dan kotor dalam Islam.

Apabila tujuannya bersih dan murni,serta terhormat, maka jalan menuju kesana pastilah harus dicapai dengan bersih dan murni pula.

Dalam syariat Islam kita menyebutnya : Alat atau jalan untuk mencapai sesuatu, tergantung dari peraturan yang ada untuk mencapai tujuan tersebut.

Kesimpulannya, tidak ada keberkahan dari suatu perkawinan yang didasari oleh dosa dan kebodohan.

ALASAN VII: Saya tidak memakai jilbab berdasarkan perkataan Allah SWT : "dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)"(QS.Ad-Dhuhaa 93: 11). Bagaimana mungkin saya menutupi anugerah Allah berupa kulit mulus dan rambutku yang indah?

Jadi saudari kita ini mengacu pada Kitab Allah selama itu mendukung kepentingannya dan pemahamannya sendiri !

ia meninggalkan tafsir sesungguhnya dibelakang ayat itu apabila hal itu tidak menyenangkannya.

Apabila yang saya katakan ini salah, mengapa saudari kita ini tidak mengikuti ayat : "janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang nampak daripadanya"(QS An-Nur 24: 31)

dan sabda Allah SWT: "katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin;hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya.." (QS Al-Ahzab 33:59).

Dengan pernyataan darimu itu, saudariku, engkau telah membuat syariah sendiri bagi dirimu, yang sesungguhnya telah dilarang oleh Allah SWT, yang disebut at-tabarruj dan as-sufoor.

Berkah terbesar dari Allah SWT bagi kita adalah iman dan hidayah, yang diantaranya adalah menggunakan hijab.

Mengapa kamu tidak mempelajari dan menelaah anugerah terbesar bagimu ini?

Kesimpulannya, apakah ada anugerah dan pertolongan terhadap wanita yang lebih besar daripada petunjuk dan hijab?

ALASAN VIII: Saya tahu bahwa jilbab adalah kewajiban, tapi saya akan memakainya bila saya sudah merasa terpanggil dan diberi petunjuk oleh-Nya.

Saya bertanya kepada saudariku ini, rencana atau langkah apa yang ia lakukan selama menunggu hidayah, petunjuk dari Allah SWT seperti yang dia katakan?

Kita mengetahui bahwa Allah SWT dalam kalimat-kalimat bijak-Nya menciptakan sebab atau cara untuk segala sesuatu.

Itulah mengapa orang yang sakit menelan sebutir obat untuk menjadi sehat, dan sebagainya.

Apakah saudariku ini telah dengan seluruh keseriusan dan usahanya mencari petunjuk sesungguhnya dengan segala ketulusannya, berdoa..

sebagaimana dalam surah (Al-Fatihah 1:6 ) "Tunjukilah kami jalan yang lurus" serta berkumpul mencari pengetahuan kepada muslimah-muslimah lain yang lebih taat dan yang menurutnya telah diberi petunjuk dengan menggunakan jilbab?

Kesimpulannya, apabila saudariku ini benar-benar serius dalam mencari atau pun menunggu petunjuk dari Allah SWT, dia pastilah akan melakukan jalan-jalan menuju pencariannya itu.

ALASAN IX: Belum waktunya bagi saya. Saya masih terlalu muda untuk memakainya. Saya pasti akan memakainya nanti seiring dengan penambahan umur dan setelah saya pergi haji.

Malaikat kematian, saudariku,mengunjungi dan menunggu di pintumu kapan saja Allah SWT berkehendak.

Sayangnya, saudariku, kematian tidak mendiskriminasi antara tua dan muda dan ia mungkin saja datang disaat kau masih dalam keadaan penuh dosa dan ketidaksiapan.

Allah SWT bersabda; "tiap umat mepunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya" (QS Al-An'aam 7:34]

saudariku tersayang, kau harus berlomba-lomba dalam kepatuhan pada Allah SWT; "berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumu.."(QS Al-Hadid 57:21)

Saudariku, jangan melupakan Allah SWT atau Ia akan melupakanmu di dunia ini dan selanjutnya.

Kau melupakan jiwamu sendiri dengan tidak memenuhi hak jiwamu untuk mematuhi-Nya.

Allah mengatakan tentang orang-orang yang munafik, "dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri" QS Al-Hashr 59: 19)

saudariku, memakai jilbab di usiamu yang muda, akan memudahkanmu. Karena Allah SWT akan menanyakanmu akan waktu yang kau habiskan semasa mudamu, dan setiap waktu dalam hidupmu di hari pembalasan nanti.

Kesimpulannya, berhentilah menetapkan kegiatanmu dimasa datang, karena tidak seorang pun yang dapat menjamin kehidupannya hingga esok hari.

ALASAN X: Saya takut,bila saya memakai jilbab, saya akan di-cap dan digolongkan dalam kelompok tertentu! Saya benci pengelompokan!
Saudariku, hanya ada dua kelompok dalam Islam.Dan keduanya disebutkan dalam Kitabullah.

Kelompok pertama adalah kelompok / tentara Allah (Hizbullah) yang diberikan pada mereka kemenangan, karena kepatuhan mereka.

Dan kelompok kedua adalah kelompok syetan yang terkutuk (hizbush-shaitan) yang selalu melanggar Allah SWT.

Apabila kau, saudariku, memegang teguh perintah Allah SWT, dan ternyata disekelilingmu adalah saudara-saudaramu yang memakai jilbab, kau tetap akan dimasukkan dalam kelompok Allah SWT.

Namun apabila kau memperindah nafsu dan egomu, kau akan mengendarai kendaraan Syetan, seburuk-buruknya teman.


KESIMPULAN

Tubuhmu,dipertontonkan di pasar para syetan dan merayu hati para pria.
Model rambut, pakaian ketat yang mempertontonkan setiap detail tubuhmu,pakaian-pakaian pendek yang menunjukkan keindahan kakimu, dan semua yang dapat membangkitkan amarah Allah SWT dan menyenangkan syetan.

Setiap waktumu yang kau habiskan dalam kondisi ini, akan terus semakin menjauhkanmu dari Allah SWT dan semakin membawamu lebih dekat pada syetan.

Setiap waktu kutukan dan kemarahan menuju kepadamu dari surga hingga kau bertaubat.

Setiap hari membawamu semakin dekat kepada kematian. "tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.
Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu.

Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.

Kehidupan dunia itu tidak lain dari kesenangan yang memperdayakan "(QS Ali 'Imran 3:185).

Naikilah kereta untuk mengejar ketinggalan saudariku,sebelum kereta itu melewati stasiunmu. Renungkan secara mendalam saudariku apa yang terjadi hari ini sebelum esok datang.

Pikirkan tentang hal ini saudariku, sekarang sebelum semuanya terlambat!

Minggu, 21 Desember 2008

Sandrina Malakiano Fatah Story


Setiap kali sebuah musibah datang, maka sangat boleh jadi di belakangnya
sesungguhnya menguntit berkah yang belum kelihatan. Saya sendiri yakin
bahwa "
sebagaimana Islam mengajarkan " di balik kebaikan boleh jadi tersembunyi
keburukan dan di balik keburukan boleh jadi tersembunyi kebaikan.

Saya sendiri membuktikan itu dalam kaitan dengan keputusan memakai hijab
sejak
pulang berhaji di awal 2006. Segera setelah keputusan itu saya buat,
sesuai
dugaan, ujian pertama datang dari tempat saya bekerja, Metro TV.

Sekalipun tanpa dilandasi aturan tertulis, saya tidak diperkenankan
untuk
siaran karena berjilbab. Pimpinan Metro TV sebetulnya sudah mengijinkan
saya
siaran dengan jilbab asalkan di luar studio, setelah berbulan-bulan saya
memperjuangkan izinnya. Tapi, mereka yang mengelola langsung beragam
tayangan
di Metro TV menghambat saya di tingkat yang lebih operasional. Akhirnya,
setelah enam bulan saya berjuang, bernegosiasi, dan mengajak diskusi
panjang
sejumlah orang dalam jajaran pimpinan level atas dan tengah di Metro TV,
saya
merasa pintu memang sudah ditutup.

Sementara itu, sebagai penyiar utama saya mendapatkan gaji yang tinggi.
Untuk
menghindari fitnah sebagai orang yang makan gaji buta, akhirnya saya
memutuskan
untuk cuti di luar tanggungan selama proses negosiasi berlangsung. Maka,
selama
enam bulan saya tak memperoleh penghasilan, tapi dengan status yang
tetap
terikat pada institusi Metro TV.

Setelah berlama-lama dalam posisi yang tak jelas dan tak melihat ada
sinar di
ujung lorong yang gelap, akhirnya saya mengundurkan diri. Pengunduran
diri ini
adalah sebuah keputusan besar yang mesti saya buat. Saya amat mencintai
pekerjaan saya sebagai reporter dan presenter berita serta kemudian
sebagai
anchor di televisi. Saya sudah menggeluti pekerjaan yang amat saya
cintai ini
sejak di TVRI Denpasar, ANTV, sebagai freelance untuk sejumlah jaringan
TV
internasional, TVRI Pusat, dan kemudian Metro TV selama 15 tahun, ketika
saya
kehilangan pekerjaan itu. Maka, ini adalah sebuah musibah besar bagi
saya.

Tetapi, dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan memberi saya yang
terbaik dan
bahwa dunia tak selebar daun Metro TV, saya bergeming dengan keputusan
itu.
Saya yakin di balik musibah itu, saya akan mendapat berkah dari-Nya.

HIKMAH BERJILBAB

Benar saja. Sekitar satu tahun setelah saya mundur dari Metro TV, ibu
saya
terkena radang pankreas akut dan mesti dirawat intensif di rumah sakit.
Saya
tak bisa membayangkan, jika saja saya masih aktif di Metro TV, bagaimana
mungkin saya bisa mendampingi Ibu selama 47 hari di rumah sakit hingga
Allah
memanggilnya pulang pada 28 Mei 2007 itu. Bagaimana mungkin saya bisa
menemaninya selama 28 hari di ruang rawat inap biasa, menungguinya di
luar
ruang operasi besar serta dua hari di ruang ICU, dan kemudian 17 hari di
ruang
ICCU?

Hikmah lain yang saya sungguh syukuri adalah karena berjilbab saya
mendapat
kesempatan untuk mempelajari Islam secara lebih baik. Kesempatan ini
datang
antara lain melalui beragam acara bercorak keagamaan yang saya asuh di
beberapa
stasiun TV. Metro TV sendiri memberi saya kesempatan sebagai tenaga
kontrak
untuk menjadi host dalam acara pamer cakap (talkshow) selama bulan
Ramadhan.

Karena itulah, saya beroleh kesempatan untuk menjadi teman dialog para
profesor
di acara Ensiklopedi Al Quran selama Ramadhan tahun lalu, misalnya. Saya
pun
mendapatkan banyak sekali pelajaran dan pemahaman baru tentang agama dan
keberagamaan. Islam tampil makin atraktif, dalam bentuknya yang tak bisa
saya
bayangkan sebelumnya. Saya bertemu Islam yang hanif, membebaskan,
toleran,
memanusiakan manusia, mengagungkan ibu dan kaum perempuan, penuh
penghargaan
terhadap kemajemukan, dan melindungi minoritas.

Saya sama sekali tak merasa bahwa saya sudah berislam secara baik dan
mendalam.
Tidak sama sekali. Berjilbab pun, perlu saya tegaskan, bukanlah sebuah
proklamasi tentang kesempurnaan beragama atau tentang kesucian. Berjibab
adalah
upaya yang amat personal untuk memilih kenyamanan hidup.

Berjilbab adalah sebuah perangkat untuk memperbaiki diri tanpa perlu
mempublikasikan segenap kebaikan itu pada orang lain. Berjilbab pada
akhirnya
adalah sebuah pilihan personal. Saya menghormati pilihan personal orang
lain
untuk tidak berjilbab atau bahkan untuk berpakaian seminim yang ia mau
atas
nama kenyamanan personal mereka. Tapi, karena sebab itu, wajar saja jika
saya
menuntut penghormatan serupa dari siapapun atas pilihan saya menggunakan
jilbab.

Hikmah lainnya adalah saya menjadi tahu bahwa fundamentalisme bisa
tumbuh di
mana saja. Ia bisa tumbuh kuat di kalangan yang disebut puritan. Ia juga
ternyata bisa berkembang di kalangan yang mengaku dirinya liberal dalam
berislam.

Tak lama setelah berjilbab, di tengah proses bernegosiasi dengan Metro
TV, saya
menemani suami untuk bertemu dengan Profesor William Liddle " seseorang
yang
senantiasa kami perlakukan penuh hormat sebagai sahabat, mentor, bahkan
kadang-kadang orang tua " di sebuah lembaga nirlaba. Di sana kami juga
bertemu
dengan sejumlah teman, yang dikenali publik sebagai tokoh-tokoh liberal
dalam
berislam.

Saya terkejut mendengar komentar-komentar mereka tentang keputusan saya
berjilbab. Dengan nada sedikit melecehkan, mereka memberikan sejumlah
komentar
buruk, sambil seolah-olah membenarkan keputusan Metro TV untuk melarang
saya
siaran karena berjilbab. Salah satu komentar mereka yang masih lekat
dalam
ingatan saya adalah, Kamu tersesat. Semoga segera kembali ke jalan yang
benar.

Saya sungguh terkejut karena sikap mereka bertentangan secara diametral
dengan
gagasan-gagasan yang konon mereka perjuangkan, yaitu pembebasan manusia
dan
penghargaan hak-hak dasar setiap orang di tengah kemajemukan.

Bagaimana mungkin mereka tak faham bahwa berjilbab adalah hak yang
dimiliki
oleh setiap perempuan yang memutuskan memakainya? Bagaimana mereka tak
mengerti
bahwa jika sebuah stasiun TV membolehkan perempuan berpakaian minim
untuk
tampil atas alasan hak asasi, mereka juga semestinya membolehkan seorang
perempuan berjilbab untuk memperoleh hak setara? Bagaimana mungkin
mereka
memiliki pikiran bahwa dengan kepala yang ditutupi jilbab maka
kecerdasan
seorang perempuan langsung meredup dan otaknya mengkeret mengecil?

Bersama suami, saya kemudian menyimpulkan bahwa fundamentalisme "
mungkin dalam
bentuknya yang lebih berbahaya " ternyata bisa bersemayam di kepala
orang-orang
yang mengaku liberal. ***
Dari Facebook-nya Sandrina Malakiano Fatah

Minggu, 30 November 2008

Penggodok Batu


KH. Rahmat Abdullah (alm)

Sampai hari ini saya belum dengar ada yang menyalahkan sang ibu yang menggodok batu, agar anaknya tertidur lantaran tak ada lagi bahan makanan yang dapat dimasak. Mungkin sejarah akan sangat kecewa bila Khalifah II Umar bin Khatab ra tidak segera dating dan serta merta pergi ke gudang logistic negara, lalu bergegas memanggulsendiri tepung yang akan mengubah batu menjadi roti.

Hari ini sejarah melihat banyak ibu merebus apa saja termasuk kucing (kebablasan) , agar anak-anakya tidak tidur, alias mati kelaparan. Sementara ada banyak orang yang terus menerus menjajikan batu (terigu), namun tak pernah membuktikannya, padahal secara pribadi mereka lebih kaya dari Umar.

Sebagian pembaca mungkin terperanjat dan segera menyergah: "nah, betul kan, agama itu candu untuk rakyat?"

Tunggu dulu, tuan. Agama bukan candu rakyat. Tuan boleh katakana: "agama itu batu dan terigu buat rakyat".

Di banyak tempat rakyat melempar batu karena tak dapatkan terigu. Di Palestina rakyat melempar batu kea rah Zionis yang kepala serta hati mereka terbuat dari batu. Hati serdadunya boleh jadi terigu yang meleleh melihat prajurit kecil yang tak kunjung selesai melempar batu. Para Politisi dan Rabi (tokoh agama Yahudi) nya berhati batu, bahkan lebih keras dari pada batu, karena batupun masih " ....dapat mengeluarkan air" (QS 2:74)

Palestina tidak punya senjata lain kecuali batu. Itulah agama yang paling primitif, agama batu, yang sangat ditakuti Yahudi dan sangat efektif di zaman ultra modern ini, minimal untuk sekedar mengingatkan bahwa Palestina masih ada dan tetap siap berlaga.

Pada saat batu-batu berterbangan dari arah demonstran ke aparat keamanan, mereka menjadi "sabda kebenara" yang tak dapat diganggu gugat. Jangan tanya manusiawi atau tidak. "hari ini makan rezeki batu," kata serdadu yang kelelahan menahan hujan batu dan tak boleh mambalas.

"Buat kredibilitas kita, ini batu sandungan," kata para pengambil keputusan, seraya berfikir bagaimana menyusun press release. Dengan tujuan yang sangat berbeda, para bonek menggunakan batu untuk menghancurkan genteng dan kaca rumah penduduk serta kereta api. "Jubuul kuroh" (gila bola) telah ikut memanfaatkan senjata intifadah untuk menggugat entah siapa.

Dari apa terbuat hati para provokator kerusuhan Ambon, teror Banyuwangi, teror Dili, Larantuka, Abepura, Poso, Kupang, Sambas, bahkan 14 mei 1998? Juga hari petawur antar sekolah dan antar gang? Semoga tidak ada yang menjawab: "dari batu, atau tak terbuat dari apa-apa alias tak punya hati."

Di banyak kawasan, rakyat yang punya semangat kerja sepakat membangun, entah masjid atau madrasah. Kelak, dari kasus-kasus pembangunan yang tak selesai munculpemeo "pakar batu pertama", karena tak pernah selesai dengan batu terakhir.

Dalam jajaran para Rasul, Muhammad SAW yang datang paling akhir menjadi penutup dan penyempurna. Dengannya bangunan agama ini menjadi jelas wujud dan karakteristiknya. "perumpamaan aku dan para Nabi sebelumku, seperti seseorang yang membangun rumah. Setiap Nabi telah meletakkan batu pada tempatnya. Tinggallah satu batu penjuru yang belum. Akulah yang menggenapinya. " (HR Bukhari & Muslim)

Kursi dan Batu

Berbahagialah mereka yang tak tahu politik. Berbahagialah mereka yang tak tahu arti kebahagiaan. Lebih berbahagia lagi mereka yang tak tahu politik dan mau berpolitik untuk menjinakkan politik. Karirnya sebagai penjinak politik.

Mengapa orang begitu sinis dengan politik? Barangkali karena kecewa dengan ulah para politisi.

Mereka mengumpulkan batu-batu untuk menyusun tangga yang akan menyampaikan mereka ke puncak kekuasaan dan memborong seribu kursi perwakilan. Mereka boleh bersiap jika yang merekawakili marah dan mulai melempar batu. Siapa peduli penyelesaian maslaah demi masalah yang di wariskan generasi lampau. Rakyat memang hanya punya satu senjata; protes dan satu kesempatan; sekarang! Selebihnya urusan para pengambil keputusan. Si licik tinggal impor terigu dengan jaminan harga diri dan kehormatan bangsa. Yang lebih berbahaya bila kursi yang diperebutkan dengan kelelahan mendaki tangga-tangga batu telah merobah hati manusianya menjadi batu. Bahkan ada kader partai yang sebelum mendapat kursi hatinya bertukar batu. Dusta, nifaq, intrik, khianat dan egoisme adalah lelehan najis yang keluar dari hati yang batu. Ditingkahi cairan sifat suka menjilat dan rekayasa ayat, lengkap sudah pentas perpolitikan dipenuhi biang laknat.

Batu Ujian

Partai anda partai orang-orang bersih? Tidak ada jaminan pribadi otomatis baik. Klaim dan imitasi adalah sifat khas ahli kitab sepanjang masa yang ditolaknya hanya terpola satu pemikiran: "takkan masuk sorga kecuali Yahudi dan Nasrani" QS 2:111

Silahkan masuk lewat pintu Yahudi dan Nasrani. Pintu Islam hanya terbuka bagi mereka yang :

".... menyerahkan dirinya kepada Allah seraya terus ihsan, maka ia berhak mendapat ganjaran di sisi rabbnya, tiada mereka mendapatkan kesedihan." (QS 2:112)

Kalau ada kanker yang menggerogoti agama-agama, maka di antaranya bisa berbentuk umat yang hanya bangga dengan status, tak peduli dengan nilai dan kualitas, lalu menjadikan simbol status itu sebagai gincu saja atau alat justifikasi kezaliman.

Dalam Pesan untuk bangsa-bangsa Timur Iqbal menyindir:

Cuma gereja, kuil, masjid dan rumah berhala

Kau bangun lambang-lambang penghambaanmu

Tak pernah dalam hati kau bangun dirimu

Hingga kau tak bisa jadi utusan mereka

Era da'wah kelembagaan yang mengambil bentuk aprpol adalah era setiap orang berpacu dan bergiat dalam kendaraan kolektifnya, dengan segala kreasi besar, walau sekecil apapun langkah uang bisa diayunkannya dan huruf-huruf sejarah yang bisa dipahatnya. Bila popularitas yang dipanen hari ini dianggap sebagai buah dari benih yang ditanam hari ini juga, maka genap sudah kedunguan yahudi dalam diri sang aktivis, tepatnya sang parasit.

Yang malas kembali ke surau-surau dan gubug-gubug untuk mengeja kata demi kata pesan suci yang telah membesarkan komunitas ini. Yang lebuh bernafsu mendeklamasikan do'a dengan suara menggeram, memaksa orang menangis di siang terang, lalu ia sendiri tertidur dengan mendengkur sampai pagi melewati malam-malam, tanpa sujud, tanpa do'a, tanpa rintihan. Perutnya terlalu kenyang dengan jamuan pertemuan, sementara gelap malam telah melindunginye dari intaianpenilai dungu yang mengira betapa panjang tahajudnya, betapa lirih do'anya, betapa bening hatinya!

Ia resah mempertahankan identias da'wahnya, gelisah dan ingin cepat-cepat kembali gita cinta zaman SMA, lalu menginginkan rapat-rapatnya benar-benar rapat laki-laki dan perempuan, bergurau bebar, berbaur lepas. Lepas dari norma-norma santrinya.

Yang meluncur dengan janji-janji politik yang tak bisa dipenuhinya, si pandir yang menggunakan forum walimah dan bakti sosial untuk mendikte orang lain menerima partainya yang `paling hebat', tanpa melihat bibir mereka yang mencibir jama'ahnya.

Yang mulai grogi seraya mencari celah berlari ketika satu bunga Al-Qur'an gugur sebagai syahid da'wah. Ingatlah; Musa pun pernah ngeri melihat tantangan besar di hadapannya, namun ia tak larut dalam perasaan takut yang manusiawi namun tidak imani.

Batu Sendi

Kader, sesungguhnya nama harum harimu dibangun di atas fakta-fakta yang berakar dalam ke masa lalu, ketika da'wah ini bermula. Di gubug-gubug gang sempit lahirnya. Berpeluh di kendaraan umum dalam rute-rute panjang aktivisnya.

Menapak jalan-jalan kota dan desa, nyaris tanpa sepatu kadernya. Mengorbankan nikmat tidur dengan pulang larut pagi. Jauh dari hingar bingar massa yang menyambut dengan gegap gempita. Lapar dan haus jadi kata yang asing untuk dieja pada entri kamusnya, karena telah berganti dengan kesenangan menghirup sepuasnya hati telaga Al-Qur'an. Adapun Sa'ad dan Mush'abnya, telah meninggalkan gedung bapaknya yang megah, tanpa suara duduk bersimpuh di rumah-rumah Arqam bin Abi Arqam yang tanpa papan nama, tanpa grup musik, mitos atau tokoh kharismatik. Yatimlah anak-anaknya, karena tak satu bapak mau mengakuinya.

Adapun Khadijah, Fatimah dan Sumayyahnya terusir dari kelas-kelas sekolah yang dibangun dengan pajak umatnya karena tak mau melepaskan pakaian taqwa menutup aurat mereka. Tanpa pemasaran catwalk rumah-rumah butik yang hari ini menjamur, tanpa bayar riyalti kepada korban yang diusir dari sekolah mereka. Mendunia kebangsaannya tanpa kehilangan kecintaan yang tulus kepada puak sendiri.

Bila ada yang bangga dengan kelompok, suku atau bangsa, segera rajaz melantunjan dari mulut Salmannya:

"Ayahku islam dan tak ada lagi bapak selainnya. Bila mereka berbangga dengan Qais atau Tamim"

Dan dalam kerja, semboyan ini meningkat gelora jiwanya menepiskan semya pengandalan status dan nama besar:

"Siapa yang lamban amalnya, tak dapat dipercepat oleh nasabnya"

Minggu, 19 Oktober 2008

Gadis Kolombia itu Bersyahadah Lewat Internet


"Bueno mija, felicitaciones!" Ucapan selamat itu diberikan pada Saidah Paola Dugue Correa, gadis Kolombia yang kini menemukan Islam!

PENGANTAR. Namanya Saidah Paola Dugue Correa. Dia dilahirkan di kota Bucaramanga, Kolombia. Namun sebagian besar masa kecilnya dihabiskan di kota Valledupar, sebuah kota yang terletak di bagian timurlaut Kolombia. Saidah merupakan sarjana Biologi dari Universidad de Santander (UDES), Bucaramanga. Kini menekuni pekerjaan sebagai seorang bakteriologis. Perkenalan pertamanya dengan Islam adalah tatkala menerima sebuah e-mail dari seorang Muslim Mesir. Berawal dari sanalah dia tertarik dengan Islam dan akhirnya bersyahadah. Saidah saat ini bekerja dengan Mostafa Mohye, pria yang mengirim e-mail tersebut dan manejer sebuah proyek yang berpusat di Mesir. Proyek itu dikhususkan bagi para muallaf baru yang ada di Spanyol dan Amerika Latin. Berikut kisah lengkapnya:

---000---

“Sebelum masuk Islam saya menganut Katolik. Tapi saya tidak pernah mempraktekkan agama itu dalam kehidupan sehari-hari. Bisa disebut agama cuma di KTP,” kata Saidah di awal kisahnya. Kini, selepas masuk Islam, Saidah mengaku bangga menjadi seorang Muslimah. Dia sangat bersyukur dengan anugerah yang luar biasa itu.

“Tahun 2004 merupakan awal ketertarikan saya dengan Islam, Alhamdulillah. Sebelum tertarik dengan Islam saya sebenarnya sudah punya rasa ingin tahu yang tinggi dengan budaya Arab, seperti musik Arab, lalu ingin ketemu dengan orang-orang Arab, dan banyak lainnya lagi. Saya juga sangat suka kaligrafi Arab. Itulah beberapa hal yang saya suka dari dunia Islam, jauh sebelum masuk Islam,” kata dia.

E-mail dari Mesir

Perlahan, sembari mempelajari budaya Arab itu tanpa disadarinya diapun “bersentuhan” dengan Islam. “Tahu tidak, pertemuan pertama saya dengan Islam adalah lewat internet,” lanjut Saidah. Ceritanya, satu hari di tahun 2004, Saidah menulis sebuah komentar singkat pada sebuah website Islam yang baru dibacanya. Di situ Saidah menulis bahwa dia sangat tertarik untuk mengetahui Islam.

Beberapa hari kemudian dia menerima sebuah e-mail yang berbunyi:”Anda tertarik untuk mendapatkan buku-buku gratis tentang Islam dalam bahasa Spanyol?". Pengirim surat elektronik itu mengenalkan dirinya dengan nama Mostafa Mohye Mossad dan mengaku berasal dari Mesir. “Ketika membaca e-mail itu saya benar-benar surprise. Tetapi secara spontan hati saya dilanda sedikit keraguan. Mana mungkin ada orang mau berikan buku secara gratis. Ah, ini tidak normal,” aku Saidah.

Begitupun, meski Saidah tidak mengenali siapa itu Mostafa Mohye, dia tetap menaruh perhatian besar pada e-mail tersebut. Sebab, itulah kontak pertama dia dengan kalangan Islam. Perkara itu (keragu-raguan) tak membuatnya surut untuk mengetahui Islam lebih jauh. “Saya balas e-mail itu serta memberikan alamat rumah. Tak lama, kira-kira 2 bulan, buku-buku dimaksud sampai ke alamat saya,” kisahnya. Saidah mengaku sangat gembira sekaligus takjub. Ternyata keragu-raguannya tak terbukti.

Mulai “berdakwah”

“Kala itu, saya jadi tertarik untuk terus melakukan kontak dengan Mohye. Dia telah menunjukkan cara yang sangat menarik dalam mengenalkan Islam kepada nonMuslim,” tukasnya. Saidah bahkan mengirimkan Mohye alamat beberapa orang rekannya yang nonMuslim agar juga dikirimkan buku sejenis. Bukan main, rupanya Saidah mulai “berdakwah” pula. Dan yang membuatnya takjub, Mohye mengirim buku-buku Islam ke teman-temannya yang ada di berbagai negara dengan bahasa negara asal rekan-rekannya itu..

“Juli 2004, kami mulai melakukan kerja dakwah. Kami berempat yakni Mohye, Maryam, Claudia dan saya sendiri membentuk sebuah kelompok kecil. Kini, tahun 2008, Alhamdulillah jaringan dakwah kami sudah luas. Tim kami berjumlah 30 orang yang bersal dari negara-negara latin seperti Kolombia, Argentina, Brazil, Chili, Peru, Meksiko dan lainnya. Tiap kelompok melakukan pertemuan dengan orang-orang yang tertarik dengan Islam,” pungkas Saidah.

Menariknya, Saidah sendiri justru belum bersyahadah lagi. Tapi dia sudah ikut membantu kegiatan dakwah Islam. Inilah yang bikin heran sebagian Muslim dan bahkan juga nonMuslim yang lain. Saidah terkadang sangat gigih mempertahankan Islam, jika ketemu dengan orang-orang yang salah dalam memandang Islam. Dengan sigap dia menerangkan kepada mereka tentang kebenaran Islam.

Makin cinta Islam

“Begitulah, bantuan berupa buku-buku referensi dari kawan-kawan, juga referensi dari internet, sangat membantu saya dalam mempelajari Islam. Kecintaan saya pada Islam makin hari makin bertambah. Belajar lewat internet sungguh menarik. Jalur diskusi online sangatlah membantu. Misalnya chatting. Saya banyak bertanya pada rekan-rekan Muslim melalui cara chatting ini. Jadi, dapat saya katakan perkenalan awal saya dengan Islam ya melalui internet,” lanjutnya.

Beberapa temannya kadangkala bertanya kenapa tidak masuk Islam. Saidah selalu menjawab bahwa dia cuma ingin belajar saja, tak ada keinginan untuk masuk Islam. Namun, hati nuraninya tak bisa dibohongi. Seiring dengan perjalanan waktu, dia mulai merasakan sesuatu yang lain di hati.

Saidah mengaku perlahan ada yang “mengalir” dalam hatinya. Tampaknya dia mulai menemukan kebenaran itu ada dalam Islam. Menurut dia, Islamlah agama yang benar. Satu-satunya jalan dan sekaligus cahaya kehidupan yang benar. “Itulah yang muncul dalam pikiran dan hati saya waktu itu. Dan, Mohye kerap menanyakan akankah saya bersegera untuk bersyahadah. Saya hanya menjawab belum lagi. Saya masih butuh beberapa lama lagi untuk memutuskan itu,” kata Saidah.

Memasuki 2007, sebagian teman-teman akhirnya tahu ternyata Saidah belum bersyahadah lagi.

“Tapi pada kenyataannya saya sudah bersyahadah di dalam hati. Sebab saya telah yakin bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan-Nya,” tukasnya.

Teman-temannya berujar:"Hatimu sebenarnya sudah Islam. Kamu seorang Muslim. Semua yang kamu lakukan adalah perbuatan seorang Muslim. Tapi kamu mungkin belum tahu, syahadah itu adalah perkara penting untuk sahnya keislaman seseorang.” Saidah akhirnya paham apa maksud rekan-rekannya itu.

Ke Maicao

Pada akhir Ramadhan 2007 Saidah melawat ke Maicao, sebuah kota di propinsi La Guajira, Kolombia, dengan seorang teman Muslimnya Aisyah. Saidah kesana untuk menemani Aisyah yang hendak bersyahadah.

Di Maicao, saat berada di mesjid, Saidah menyaksikan teman-teman mengerjakan shalat. Saat itu hatinya tergerak untuk berdoa dan bermohon pada Allah agar membantunya dalam mengambil keputusan.

“Ya Allah, jika ini memang jalan yang Engkau inginkan, tunjukilah jalan menuju Islam ya Allah,’ pintanya sungguh-sungguh.

Beberapa hari kemudian dia menyatakan pada Aisyah dan salah seorang rekan lainnya yakni Muhammad Hamoud tentang keputusannya (untuk memeluk Islam). Mereka terlihat sangat gembira sekali.

“Kamipun bersegera menuju ke mesjid guna mendeklarasikan syahadah itu. Oya beberapa saat sebelum kesana saya sempat menelpon kedua orangtua dan menceritakan keinginan masuk Islam pada mereka,” kisahnya lagi. Saidah merasa perlu memberitahukan kedua orangtuanya, sebab baginya keputusan tersebut akan sangat mempengaruhi kehidupannya di kemudian hari.

Mendengar penuturan putrinya, Milciades, sang ayah berujar dalam bahasa Kolombia:"Bueno mija, felicitaciones!" Artinya, putriku, selamat! Kalimat singkat dari sang ayah sudah lebih dari cukup bagi Saidah. Dia merasa tenang dan makin percaya diri.

Sementara ibunya, Luisa, awalnya sedikit bingung dengan keputusan anaknya itu. Namun akhirnya dia paham kemauan Saidah. "Ok anakku, kamu yang lebih tahu apa yang terbaik bagi kamu”, ujar ibunya kala itu. Kebahagiaan Saidah makin bertambah. Dia bahkan berdoa semoga Allah merahmati mereka dengan hidayah-Nya.

Bersyahadah via internet

Saidah pun mendeklarasikan keislamannya via internet di depan dua orang saksi, yakni Mostafa Mohye dan Ahmed, keduanya dari Mesir. Baik keluarga maupun teman-temannya yang nonMuslim menyambut keislamannya itu secara tenang. Tak ada komentar-komentar miring.

“Ya ada juga sedikit joke-joke kecil, tapi tidak masalah bagi saya. Alhamdulillah, yang terpenting saya masih bagian dari kehidupan mereka. Misalnya keponakan saya, Omar David yang baru berusia 6 tahun, sering meminta saya menulis kata Alah dalam bahasa Arab. Dia suka kaligrafi rupanya. David juga suka mendengar lagu-lagu Islam. Bahkan adakalanya dia meminta saya untuk membacakan beberapa potong ayat suci Alquran,” kata dia mengenang.

“Sungguh, keputusan untuk masuk Islam benar-benar datang dari lubuk hati yang dalam. Bukan karena paksaan seseorang atau hal lainnya. Itu semata-mata karena Allah telah menunjukkan jalan yang penuh cahaya kepada saya,” akunya.

Saidah berusaha menunjukkan budi pekerti terbaiknya guna menunjukkan bahwa Islam itu agama yang benar. Saidah beranggapan, selama ini banyak berita tentang Islam, baik melalui televisi ataupun media cetak, seringkali tidak adil dalam pemberitaannya.

“Benar bahwa ada sekelompok Muslim yang melakukan perbuatan keji dan merusak. Tapi janganlah menyalahkan Islam. Itu semata-mata kesalahan pemeluk bukan agamanya. Karena itu saya berpesan kepada semua Muslim untuk menunjukkan akhlak terbaik sepertimana diajarkan Islam dan telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Hanya ini yang bisa merubah persepsi mereka yang tidak suka Islam,” pesan Saidah seraya menutup kisahnya. [Zulkarnain Jalil/www.hidayatullah.com]

Rabu, 03 September 2008

Muslim Palestina Jalani Ramadhan di Tengah Kesulitan dan Kepedihan


Rakyat Palestina menjalani bulan suci Ramadhan tahun ini, lagi-lagi dalam situasi yang memprihatinkan. Sebagian besar dari mereka masih mengandalkan bantuan makanan dari PBB, karena blokade ekonomi dan tekanan penjajah Israel yang terus menerus.

"Daging? Kamu kira dengan apa saya bisa membeli daging," ujar Ahmad Hassan Makdad, ketika ditanya menu makanan apa yang akan tersedia di rumahnya selama bulan puasa.

Ahmad bersama-sama dengan warga Palestina lainnya, sedang mengantri pemberian jatah makanan dari badan bantuan PBB untuk Palestina-UNWRA yang terdiri dari tepung, minyak, gula dan beras di kamp pengungsi Jabaliya.

Selama enam bulan belakangan ini, Jalur Gaza mengalami krisis pangan, krisis terburuk selama 13 tahun terakhir, akibat embargo ekonomi yang dilakukan AS serta sekutunya pada pemerintahan Hamas.

Sebagai orang Palestina, Ahmed kini tidak lagi bisa menjaga tradisi saling mengunjungi kerabat dan sahabat selama ramadan karena tidak punya cukup uang.

"Menurut tradisi, kami memberikan hadiah-hadiah, kue atau daging. Dari 10 kunjungan tahun ini, saya hanya akan bisa melakukan satu kunjungan saja," tutur Ahmad, ayah delapan anak berusia 57 tahun itu.

Akibat embargo bantuan terhadap Palestina, puluhan ribu pegawai negeri di negeri itu sejak bulan Februari lalu tidak menerima gaji secara penuh. Kondisi ini sangat mempengaruhi kualitas kehidupan sekitar satu juta rakyat Palestina, baik di Jalur Gaza maupun di Tepi Barat.

Disisi kantor UNWRA, seorang ibu sedang membantu anak lelakinya mengangkut sekitar enam kilo tepung ke gerobak yang ditarik oleh seekor keledai.

"Saya pikir, Ramadhan ini akan menjadi yang paling sulit dalam kehidupan saya," keluh Umi Nassim. Kedua tangannya yang berlumuran tepung terkulai lemas, sebagai tanda ketidakberdayaannya.

"Inikah kehidupan? Kami bergantung pada bantuan asing," tukas Samir Al-Qatari, seorang sopir taxi dengan nada marah.

"Seluruh dunia bersekongkol untuk menciptakan penderitaan bagi rakyat Palestina, AS, Eropa dan negara-negara Arab. Khususnya negara-negara Arab," keluh Al-Qatari.

Sejak bulan Maret, UNWRA menambah sekitar 100 ribu orang di Jalur Gaza, dalam daftar mereka yang akan mendapatkan bantuan makanan. Menurut badan PBB itu, 60 persen penduduk Gaza atau sekitar 830 ribu orang, menerima bantuan makanan dari PBB.

"Situasinya suram. Lihatlah semua anak-anak di sini. Anda pikir mereka mau datang kesini jika mereka punya pekerjaan?" tanya Ahmad putus asa.

Di tempat lain, Umi Ossam menjual paket makanan yang diterimanya dari UNWRA pada sesama warga Palestina yang tidak masuk klasifikasi pengungsi dan tidak masuk katagori penerima bantuan PBB.

"Saya menjual satu bungkus tepung untuk membeli kebutuhan lainnya. Sekarang ini tahun ajaran baru dan anak-anak saya butuh buku-buku dan pena," ujar Umi Ossam.

"Tidak akan ada perayaan idul fitri tahun ini," sambungnya getir sambil tawar menawar dengan pembeli tepungnya. (ln/iol)
http://www.eramuslim.com/berita/int/6925154052-muslim-palestina-jalani-ramadhan-tengah-kesulitan-dan-kepedihan.htm?prev

Kamis, 07 Agustus 2008

Jangan Kagum


Diriwayatkan ada seorang laki-laki yang memperhatikan dengan kagum Basya As-Sulaimi yang sedang sholat dengan khusyu'. Ketika Basyar selesai shalat, ia berkata pada laki-laki tersebut. "Jangan kamu kagum dan tertipu melihat ibadah saya. Saya khawatir, karena sesungguhnya iblis laknatullah telah menyembah Allah selama bertahun-tahun kemudian dia durhaka seperti keadaannya sekarang". (Hilyatul Aulia, 6/241)

Sabtu, 26 Juli 2008

Bosnia 1995 (Renunganku)


Oleh Eko Prasetyo
Menjelang bulan suci Ramadhan ini, saya teringat dengan kejadian pada September 2007. Saat itu, ada salah seorang rekan kami yang akan dikirim ke Sarajevo, Bosnia, untuk meliput kegiatan Ramadhan warga di sana. Sayang, dia tidak jadi meliput karena mengalami masalah saat transit di Bangkok.

Ketika itu, dia bermaksud melanjutkan penerbangan ke Austria untuk transit sebelum menuju ke Sarajevo. Namun, pihak bandara di Bangkok justru memeriksa ketat paspor dan visa rekan saya tersebut. Hal yang diskriminatif. Pasalnya, di antara puluhan calon penumpang Austrian Airlines, hanya dia yang diperiksa. Apakah karena dia orang Indonesia? Entahlah.

Namun, berbicara tentang Bosnia, saya sangat bersyukur mendengar Radovan Karadzic telah tertangkap pada 22 Juli 2008 setelah 13 tahun buron. Bukan apa-apa, dia adalah tokoh keji yang mengakibatkan ratusan ribu muslim Bosnia tewas dalam Perang Bosnia (1992-1995). Sedangkan ratusan ribu warga muslim Bosnia lainnya dikabarkan hilang.

Karadzic adalah mantan presiden Serbia-Bosnia yang merancang dan memerintahkan perang di daratan Eropa yang paling mengerikan sejak Perang Dunia II. Saat perang tersebut mulai berkecamuk (1992), saya masih SD. Namun, kelak sekian tahun kemudian, saya mulai menyadari betapa kejam tindakan Karadzic dan Jenderal Ratko Mladic yang masih belum tertangkap.

Saya sedikit tahu tentang tokoh ini dari literatur asing yang saya baca. Saya begitu geram saat membaca ulang tentang peristiwa Srebrenica pada Juli 1995. Dalam peristiwa tersebut, sekitar 8.000 pria muslim Bosnia yang tak berdaya tanpa senjata dibantai tentara Serbia. Pembantaian itu terjadi setelah tentara Serbia menerobos penjagaan tentara PBB asal Belanda yang bertugas melindungi pengungsi muslim Bosnia di sana.

Selanjutnya, jasad para warga muslim tersebut dibuldoser dan dikuburkan dalam satu lubang besar. Masya Allah. Perang telah mengoyak hati saudara-saudara muslim nun jauh di sana. Mereka juga kehilangan sanak saudara dan harta benda. Perang Bosnia memang telah lama berakhir.

Namun, sisa-sisa kepedihan itu tentu masih ada. Lalu, benak saya terbawa pada perjuangan kaum muslimin di Palestina. Negeri mereka dilanda perang dan pertikaian yang tak kunjung usai melawan Israel. Darah selalu tumpah setiap hari di konflik Timur Tengah. Malam-malam di kantor setelah deadline, saya membalik kembali lembaran-lembaran buku tentang amalan hati. Secangkir kopi dan bulan sabit di balik kaca kantor menghangatkan suasana dini hari itu.

Saya bergumam lirih, ”Alhamdulillah saya berada di negeri yang merdeka.” Tertitip doa untuk saudara-saudara kami, kaum muslimin Bosnia dan Palestina. Semoga perjuangan mereka menjadikan cerminan bagi bangsa ini agar kita selalu bersyukur kepada Allah. Tidak terus menodai kemerdekaan dengan sikap amoral yang tercela. prasetyo_pirates@yahoo.co.id

Kamis, 17 Juli 2008

7 Perkara Aneh


Imam Ibnul Qayyim dalam Al Fawaid mengingatkan tentang tujuh perkara aneh yang sangat berbahaya bagi mnusia. Pertama, engkau tahu Allah, tetapi engkau tidak mencintai-Nya. Kedua, engkau mendengar seruan Allah, tetapi engkau terlambat menjawab seruan-Nya. Ketiga, engkau tahu keuntungan jika bergaul dengan-Nya, tetapi engkau justru bergaul dengan selain-Nya. Keempat, engkau tahu kemarahan-Nya, tetapi engkau justru memancing-mancing murka-Nya. Kelima, engkau tahu betapa sakit adzab-Nya jika menentang-Nya, tetapi engkau tidak meminta belas kasihan kepada-Nya dengan mentaati-Nya. Keenam, engkau merasa sakit hati jika tidak menyebut nama-Nya, tetapi engkau justru tidak mau menyebut nama-Nya dan tidak bertaubat kepada-Nya. Ketujuh, dan yang lebih aneh lagi, engkau tahu bahwa engkau sangat membutuhkan-Nya, tetapi engkau justru berpaling dari-Nya dan mencintai yang menjauhkan.

Senin, 14 Juli 2008

”Adzan itu Masih Terngiang di Telingaku”


Selasa, 10 Juli 2007
Wanita yang bekerja di kantor PBB New York ini akhirnya memutuskan memeluk Islam. Suara adzan, diantara yang ikut membawanya menuju Islam

M. Syamsi Ali

Hidayatullah.com--Sabtu 9 Juni lalu, saya datang ke Islamic Cultural Center of New York lebih awal. Selain ingin melihat dari dekat jalannya Weekend School (sekolah akhir pekan), juga sekretaris menelpon kalau ada seseorang yang ingin bertanya tentang Islam. Saya minta agar dipersilahkan datang setelah Zuhur sehingga bergabung dengan the Islamic Forum for non Muslims, kelas khusus setiap pekan bagi orang-orang non-Muslim yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai ajaran Islam. Tapi rupanya, orang tersebut hanya bisa sebelum jam 12 siang itu.

Sekitar pukul 11 pagi masuklah seorang wanita bule dengan kerudung yang rapih. Saya sedikit terkejut sebab ketika masuk ke ruangan saya dia mengucapkan salam dengan sangat fasih, bahkan hampir saja saya mengira kalau yang bersangkutan itu adalah orang Syam (Palestina, Jordan atau Libanon).

Saya kemudian mempersilahkannya duduk dan bertanya: “Hi, what’s your name and where are you from?” Dengan sedikit tersenyum dia menjawab: “Hi,. I am Jemie. I am from here but my parents are from Texas”. Saya ingin tahu kefasihan dia dalam bersalam, maka saya tanya: “How come you said salaam in way that’s so perfect? I tended not to believe that you’re an American”. “Oh..I know Arabic and speak it fluently” jawabnya cepat.

Mendengar itu, saya balik stir dari Inggris ke Arab. “Aena darasti al Arabiyah?” tanyaku. “Darastuha fi Suriyah, lakin qabla sanawaat”, jawabnya. Tanpa terasa percakapan saya dengannya memakan waktu cukup panjang dalam bahasa Arab, termasuk kenapa sampai belajar bahasa Arab di Suriah dan untuk apa. Dari penjelasannya, ternyata dia bekerja di Kementrian Luar Negeri dan sekarang ini pindah tugas di DPI (Department of Public Information) PBB New York.

Saya kemudian memulai bertanya tentang keinginannya mengetaui Islam. “I know a lot about Islam. Basically I am coming this morning because I feel this is the right time for me”, katanya. “What do you mean the right time?” tanyaku. Dengan sedikit serius dia menjelaskan: “For the last many years, about 10 years, I have been so confused and struggling within my self”. “Why is that?” tanyaku dengan sedikit heran.

Tiba-tiba saja, Jemie yang tadinya nampak tegar dan selalu tersenyum itu, kini meneteskan airmata. “You know, I tried my best not to this”, katanya sambil mengusap air matanya. “Why is that?” tanyaku. “This may kill my career” katanya agak gusar. Saya kemudian bertanya dengan serius: “What do you mean killing your career?”. Seolah memaksakan tersenyum, Jemie mengatakan bahwa dia khawatri kalau masuk Islam akan susah meniti karir yang lebih tinggi.

Saya kemudian bertanya lebih jauh: “Why do you think in that way?”. Ternyata karena pengalaman yang dia lihat selama ini di beberapa negara Muslim. Menurutnya, mayoritas wanita Muslim di negara-negara Muslim tidak bekerja dan lebih memperioritaskan dirinya kepada pekerjaan-pekerjaan rumah saja.

Saya kemudian mencoba menjelaskan ke Jemie bahwa tidak ada peraturan dalam Islam yang membatasi karir kaum wanita. Walau memang perlu diketahui bahwa karir itu akan dilihat kepada prioritas-prioritas tuntutan hidup. Kalau seandainya menjadi ibu rumah tangga itu menjadi tuntutan utama bagi wanita, dan ketika dipaksakan untuk meniti karir di luar maka berarti terjadi “kesemrawutan” dalam hidup.

Dari penjelasan-penjelasan yang cukup panjnag itu nampaknya Jemie sudah banyak tahu. Cuma ada semacam ketakutan tersendiri bahwa nantinya setelah menjadi Muslim dia akan dilarang untuk berkarir. “In fact, Islam wants all Muslim women to be professional. Didn’t you read the hadith that commands the women to study as men?”, jelasku.

Kini Jemie nampak lebih tenang. Hampir tidak berbicara dan bahkan beberapa kali saya pancing untuk bertanya juga tidak dihiraukan. Tiba-tiba saja sekali lagi nampak berlinang airmata dan mengatakan: “I have some thing to tell you!” “What’s that?” tanyaku. Dia dengan nampak serius sekali walaupun terus meneteskan airmata mengatakan: “When I was in Syria around ten years ago, I was so impressed with the Adzan”. Saya mengatakan bahwa memang adzan orang-orang Suriah itu indah. “Their voice is softer than other Arabs, kata saya. “But I swear, that adzan never gone from my ear. I feel being listening to it all the time” katanya serius.

Tanpa sadar, saya langsung mengatakan “Subhanallah!”. Ternyata dia juga sudah tahu maknanya. Saya kemudian mengatakan: “Sister, God is loving you. Your heart is being attached to the divine inspiration, and I am sure you are being blessed with that”. Nampak Jemie hanya menangis mendengar nasehat-nasehat saya itu.

Akhirnya, setelah memanggil dua saksi, Jemie dengan berlinang airmata secara resmi menerima Islam sebagai jalan hidupnya yang baru. Allahu Akbar!

Semoga Jemie selalu dikuatkan di jalanNya! Amin!

New York, 18 Juni 2007

* Penulis adalah imam Masjid Islamic Cultural Center of New York. Syamsi adalah penulis rubrik "Kabar Dari New York" di www.hidayatullah.com.

Sabtu, 12 Juli 2008

Muhasabah Jiwa


Metode untuk mengatasi kekuasaan nafsu ammarah atas hati seorang mukmin adalah dengan selalu mengintrospeksi dan menyelisihinya. Imam Ahmad meriwayatkan, Umar bin Khaththab berkata, "Hisablah dirimu sebelum dihisab! Sesungguhnya berintropeksi bagi kalian pada hari ini lebih ringan daripada hisab di kemudian hari. Begitu juga dengan hari 'aradl (penampakan amal) yang agung."

Hasan al-Bashri berkata, "Seorang mukmin itu pemimpin bagi dirinya sendiri. Ia mengintrospeksi dirinya karena Allah. Sesungguhnya hisab pada hari kiamat nanti akan ringan bagi mereka yang telah mengadakannya di dunia. Dan sebaliknya hisab akan berat bagi kaum yang menempuh urusan ini tanpa pernah berintrospeksi. Seorang mukmin itu bisa saja dikejutkan oleh sesuatu dan ia takjub kepadanya. Lalu berkatalah ia, 'Demi Allah, aku benar-benar menginginkanmu. Begitupun kamu adalah bagian dari kebutuhanku. Tetapi, allah tidak memberi alasan bagiku untuk mencapaimu. Duhai, ada jurang diantara kau dan aku!' Maka sesuatu itu pun lenyap dari hadapannya. Kemudian si mukmin akan kembali kepada dirinya dan berkata, 'aku tidak menginginkan hal ini! Apa peduliku dengan semua ini! Demi Allah aku tidak akan mengulanginya selama-lamanya!' Orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang ditopang oleh Al-Qur'an. Al-Qur'an menghalangi kehancurannya. Seorang mukmin adalah tawanan di dunia yang berusaha membebaskan diri (menuju negerinya: akhirat). Dia tidak merasa aman sampai berjumpa dengan Allah. Dia tahu bahwa pendengaran, penglihatan, lisan, dan anggota badan, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban."

Malik bin Dinar bertutur,"Semoga Allah merahmati seseorang yang berkata kepada diri (nafsu)nya, 'Bukankah kamu pelaku ini? Bukankah kamu pelaku itu?' Lalu ia mencelanya dan mengalahkannya. Kemudian dia memulazamahkan dirinya kepada kitab Allah, sehingga menjadi pemimpinnya."

Adalah benar bagi setiap orang yang beriman kepada Allah subhanahu wa taala dan hari akhir untuk tidak melupakan introspeksi kepada nafsunya, menyempitkan ruang geraknya, dan menahan gejolaknya. Sehingga, setiap hembusan nafas adalah mutiara yang bernilai tinggi, dapat ditukar dengan perbendaharaan yang kenikmatannya tak akan pernah sirna sepanjang masa. Menyia-nyiakan nafas ini, atau menukarnya dengan sesuatu yang mendatangkan kecelakaan adalah kerugian yang sangat besar. Tidak dapat mentolerirnya kecuali manusia paling bodoh dan paling tolol. Hanya saja, hakekat kerugian ini baru benar-benar tampak nanti di hari kiamat.

"Pada hari setiap jiwa mendapati segala kebaikan yang dilakukannya dihadirkan dan juga segala kejahatan yang dilakukannya. Ia ingin ada penghalang yang panjang antara dia dan kejahatannya."(QS Ali Imran: 30)

Muhasabah (menginstrospeksi diri) itu ada dua macam, sebelum beramal dan sesudahnya.

Muhasabah sebelum beramal yaitu hendaknya seseorang berhenti sejenak, merenung di saat pertama munculnya keinginan untuk melakukan sesuatu. Tidak bersegera kepadanya sampai benar-benar jelas baginya bahwa melakukannya lebih baik daripada meninggalkannya.

Hasan al-Bashri berkata, "Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berpikir di saat pertama ia ingin melakukan sesuatu. Jika itu karena Allah ia lanjutkan dan jika bukan karena-Nya ia menangguhkannya."

Sebagian ulama menjelaskan penuturan al-Hasan ini dengan, 'Apabila diri tergerak untuk melakukan sesuatu, pertama-tama ia harus merenung, apakah amalan itu mampu ia kerjakan atau tidak. Jika tidak ada kemampuan untuk itu hendaknya ia berhenti. Tetapi jika ia mampu, hendaknya ia berpikir, apakah melakukannya lebih baik daripada meninggalkannya, ataukah sebaliknya. Jika yang ada adalah kemungkinan kedua, maka ia mesti meninggalkannya. Tetapi jika yang pertama, hendaknya ia bertanya, apakah faktor pendorongnya adalah untuk mendapatkan wajah Allah subhanahu wa ta'ala dan pahalanya, ataukah untuk mendapatkan kehormatan, pujian dan harta benda. Jika jawaban yang kedua yang muncul, hendaknya ia meninggalkannya. Meskipun jika ia melakukannya ia akan mendapatkan apa yang dicarinya. Ini sebagai pelatihan bagi diri agar tidak terbiasa dengan kesyirikan dan supaya takut beramal untuk selain Allah.

Semakin takut seseorang untuk beramal karena selain Allah, semakin ringan baginya untuk beramal karena Allah subhanahu wa ta'ala. Tetapi jika yang muncul adalah jawaban yang pertama, sekali lagi ia harus bertanya, apakah dia mendapatkan bantuan untuk itu? Atau adakah teman-teman yang akan membantu dan menolongnya- jika amalan itu tidak bisa dikerjakan sendirian? Jika tidak ada, ia harus menahan diri sebagaimana Nabi shalallahu alaihi wa sallam telah menahan diri dari memerangi musyrikin Mekah sampai terkumpul kekuatan dan kaum penolong. Adapun jika ia dibantu, hendaknya ia maju beramal, dengan izin Allah subhanahu wa ta'ala ia akan mendapat kemenangan. Dan adalah kemenangan itu tidak akan terlepas kecuali jika salah satu dari perkara-perkara di atas terlepas. Sekali lagi, dengan mengadakan hal-hal di atas kemenangan tidak akan terlepas. Itulah empat perkara yang harus dicermati oleh seorang hamba sebelum ia beramal.

Muhasabah sesudah beramal itu ada tiga:
1. Introspeksi diri atas berbagai ketaatan yang telah dilalaikan, yang itu adalah hak Allah subhanahu wa ta'ala. Bahwa ia telah melaksanakannya dengan serampangan, tidak semestinya. Padahal hak Allah subhanahu wata'ala berkaitan dengan satu bentuk ketaatan itu ada enam. Yaitu, ikhlas dan setia kepada Allah subhanahu wa ta'ala di dalamnya, mengikuti Rasulullah shalallahu alaihi wa salam, menyaksikannya dengan persaksian ihsan, menyaksikannya sebagai anugerah Allah subhanahu wa ta'ala baginya, dan menyaksikan kelalaian dirinya di dalam mengamalkannya. Demikian, ia harus melihat apakah dirinya telah memenuhi keseluruhannya?

2. Introspeksi diri atas setiap amalan yang lebih baik ditinggalkan daripada dikerjakan.
3. Introspeksi diri atas perkara yang mubah, karena apa ia melakukannya. Apakah dalam rangka mengharap Allah subhanahu wa ta'ala dan akhirat, sehingga ia beruntung? Ataukah untuk mengharapkan dunia dan keserbabinasaannya, sehingga ia merugi?

Akhir dari perkara yang dilalaikan, tidak disertai dengan muhasabah, dibiarkan begitu saja, dianggap mudah dan disepelekan adalah kehancuran. Ini adalah keadaan orang-orang yang tertipu. Ia pejamkan matanya dari berbagai akibat kebejatannya sambil berharap Allah subhanahu wa ta'ala mengampuninya. Ia tidak pernah peduli kepada muhasabah dan akibat kejahatannya. Pun jika ia melakukannya, dengan segera ia akan berbuat dosa, menekuninya dan ia akan sangat kesulitan meninggalkannya.

Kesimpulan dari uraian ini, hendaknya seseorang itu mengintrospeksi diri lebih dahulu pada hal-hal yang fardlu. Bila ia melihat ada kekurangan padanya, ia akan melengkapinya dengan qadla' (penggantian) atau ishlah (perbaikan). Lalu kepada hal-hal yang diharamkan. Bila ia merasa pernah melakukannya, ia pun bersegera untuk bertaubat, beristighfar, dan mengamalkan perbuatan-perbuatan baik yang dapat menghapuskan dosa. Kemudian kepada kealpaan. Bila ia mendapati dirinya telah alpa berkenaan dengan tujuan penciptaannya, maka ia segera memperbanyak dzikir dan menghadap Allah subhahanu wa ta'ala. Lalu kepada ucapan-ucapannya, atau kemana saja kakinya pernah berjalan, atau apa saja yang tangannya pernah memegang, atau telinganya pernah mendengar. Apa yang diinginkan dari semua ini? Mengapa ia melakukannya? Untuk siapa? Dan sesuaikah dengan petunjuk?

Sesungguhnya setiap gerakan atau ucapan itu akan dihadapkan pada dua pertanyaan, untuk siapa dikerjakan? dan bagaimana cara pengerjaannya? Pertanyaan pertama tentang ikhlas dan yang kedua tentang mutaba'ah (kesesuaian dengan sunnah)

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,
"Supaya (Allah) memintai pertanggungjawaban orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka." (QS Al-Ahzab 8).

Apabila orang-orang yang benar saja dimintai pertanggungjawaban atas kebenarannya, dan dihisab atasnya, lalu bagaimana dengan orang-orang yang dusta?

Faedah Muhasabah

1. Mengetahui aib diri
Barangsiapa tidak mengetahui aib dirinya sendiri, tidak mungkin mampu membuangnya. Yunus bin 'Ubaid berkata, "Aku benar-benar mendapati seratus bentuk kebajikan. Tetapi kulihat, tidak ada satu pun yang ada pada diriku."

Muhammad bin Wasi' berkata, "seandainya dosa-dosa itu mempunyai bau, sungguh tidak ada seorang pun yang sanggup duduk di dekatku."

Imam Ahmad meriwayatkan, Abu Darda' berkata, "Seseorang itu tidak memahami agama ini dengan baik sampai ia membenci orang lain karena Allah subhanahu wa ta'ala, kemudian ia kembali kepada nafsunya dan ia lebih membencinya lagi."

2. Mengetahui hak Allah terhadapnya.

Hal itu akan membuatnya mencela nafsunya sendiri serta membebaskannya dari ujub dan riya'. Juga membukakan pintu ketundukan, penghinaan diri, kepasrahan dihadapan-Nya, dan keputusasaan terhadap dirinya sendiri. Sesungguhnya keselamatan itu hanya dapat dicapai dengan ampunan dari Allah subhanahu wa ta'ala dan rahmat-Nya. Merupakan hak Allah subhanahu wa ta'ala untuk ditaati dan tidak dimaksiati, diingat dan tidak dilupakan, serta disyukuri dan tidak dikafiri.

Diambil dari: Tazkiyah An-Nafs, Konsep Penyucian Jiwa Menurut Para Salaf; Ibnu Qoyyim al-Jauziyah, Ibnu Rajab al-Hambali, Imam Ghazali; Penerbit Pustaka Arafah

Senin, 07 Juli 2008

Long Live Education

“Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang maka dia diberi pendalaman dalam ilmu agama. Sesungguhnya memperoleh ilmu hanya dengan belajar.” [HR. Bukhari]

Kamis, 03 Juli 2008

Syaitan Ikut Mabit & Makan Bersama

e
Oleh Ihsan Tandjung

Salah satu karakter utama seorang bertaqwa ialah beriman kepada perkara yang ghaib. Seorang muttaqin tidak hanya meyakini adanya alam nyata, tetapi juga mengimani alam ghaib yang tidak tampak secara kasar. Salah satu makhluk halus yang termasuk alam ghaib adalah makhluk ciptaan Allah subhaanahu wa ta’aala bernama syaitan. Syaitan tidak dapat dilihat manusia namun mereka dapat melihat dan mengganggu kita.


يَا بَنِي آَدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآَتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ

“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya `auratnya. Sesungguhnya ia (syaitan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (QS Al-A’raaf ayat 27)

Syaitan merupakan musuh Allah subhaanahu wa ta’aala dan musuh orang-orang beriman. Mereka merupakan keturunan iblis yang telah menyebabkan bapak ummat manusia yakni Nabiyullah Adam ’alaihis-salam tergelincir sehingga dikeluarkan Allah subhaanahu wa ta’aala dari surga dan ditempatkan di muka bumi yang fana. Allah subhaanahu wa ta’aala memerintahkan kita agar waspada menghadapi tipu-daya syaitan. Allah ta’aala juga menyuruh kita memperlakukan syaitan tanpa kompromi dan selalu memelihara spirit permusuhan dengannya.

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

”Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS Faathir ayat 6)

Syaitan sangat serius dan berambisi mengajak manusia menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala sebab mereka mewarisi perjuangan nenek-moyangnya Iblis yang telah bertekad dihadapan Allah ta’aala untuk menyesatkan manusia dengan taktik menjadikan manusia memandang baik perbuatan durhaka atau maksiat kepada Allah ta’aala di muka bumi.

قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ
وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

”Iblis berkata, "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka."” (QS Al-Hijr ayat 39-40)

Berdasarkan ayat di atas syaitan ternyata tidak berdaya ketika berhadapan dengan manusia yang ikhlas dalam beribadah kepada Allah ta’aala. Sebab orang yang mukhlis adalah orang yang tidak perlu dibujuk lagi untuk beribadah dan beramal sholeh. Mereka mengerjakan semuanya semata karena ingin meraih Ridha Allah ta’aala. Mereka sudah bersih dari berbagai kepentingan dunia dalam berbuat kebaikan. Menghadapi yang seperti ini syaitan jelas kehabisan akal. Sebab syaitan hanya sukses menggoda orang yang masih bisa diiming-iming dengan berbagai hal yang bersifat duniawi yang fana. Namun bila seseorang telah menyadari dan meyakini bahwa dunia ini hanya mengandung kesenangan yang menipu dan bahwa akhiratlah tempat berharap yang sejati, maka syaitan jelas kehabisan bahan bakar untuk menyesatkannya.

Salah satu tipu-daya yang syaitan sering lakukan ialah membuat seorang manusia lupa dzikrullah (mengingat Allah). Lupa mengingat Allah ta’aala bisa mengundang kehadiran syaitan ke dalam rumah kita sehingga mereka leluasa menginap, bahkan leluasa menyantap dan menikmati makanan kita padahal tidak pernah kita niatkan membagi mereka.


عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ
سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ لَا مَبِيتَ لَكُمْ وَلَا عَشَاءَ وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ وَإِذَا لَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya dia pernah mendengar Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Apabila seseorang masuk ke dalam rumahnya, lalu ia menyebut nama Allah ta’aala ketika masuk dan ketika menghadapi makanannya, maka syaitan akan berkata kepada teman-temannya: ‘Tidak ada tempat bermalam maupun makan malam untuk kalian di sini.’ Tetapi sebaliknya, apabila ia masuk ke dalam rumahnya tanpa menyebut nama Allah pada waktu masuknya, maka syaitanpun akan berkata: ‘Kalian mendapatkan tempat bermalam’. Dan bila ia tidak menyebut nama Allah ta’aala ketika menghadapi makanannya, maka syaitanpun berkata: ’Kalian mendapatkan tempat bermalam dan makan malam sekaligus’.”(HR Muslim 10/293)

Ya Allah, janganlah Engkau biarkan kami lalai mengingatMu tatkala kami pulang dan masuk ke dalam rumah kami sendiri agar syaitan tidak ikut bermalam di rumah kami.


Ya Allah, janganlah Engkau biarkan kami lalai mengingatMu tatkala kami menghadapi santapan makan kami agar syaitan tidak ikut serta menyantap makanan kami.


Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan mukhlasin.
Amin ya Rabb.-

http://www.eramuslim.com

Kamis, 26 Juni 2008

Tanda Kebahagiaan dan Kesengsaraan

Tanda kebahagiaan seorang hamba ialah menyembunyikan amal kebaikannya di belakang punggungnya dan meletakkan amal keburukannya di depan matanya. Sedang tanda kesengsaraan seorang hamba ialah ia meletakkan amal kebaikannya di depan matanya dan menyembunyikan keburukannya di belakang punggungnya.

Ibnu Qayyim, Miftahu Daarus Sa'adah

Rabu, 18 Juni 2008

9 Pembangkit & Penawar Kemarahan


Kesombongan, ujub, sendau gurau, kesia-siaan, pelecehan, pencibiran, perdebatan, pertengkaran, penghianatan, ambisi pada harta dan kedudukan, semuanya adalah sebab pembangkit amarah. Tidak akan bisa menghilangkan sebab-sebab itu kecuali dengan kebalikannya:
1. Kesombongan harus dihilangkan dengan tawadhu'
2. 'Ujub dimatikan dengan mengenal diri
3. Kebanggaan dihapuskan dengan mengingat asal yang pertama.
4. Sendau gurau dihilangkan dengan kesibukanmenunaikan berbagai tugas agama yang akan menghabiskan umur yang ada
5. Kesia-siaan dihapuskan dengan keseriusan dalam mencari keutamaan, akhlaq yang baik, dan ilmu agama yang menghantarkan pada kebahagiaan akhirat.
6. Pelecehan di hapuskan dengan tidak menyakiti orang dan menjaga diri agar tidak dilecehkan oleh orang lain.
7. Pencibiran dihilangkan dengan menghindari perkataan yang buruk dan menjaga diri dari jawaban yang pahit.
8. Penghianatan dihapuskan dengan sikap jujur dan amanah
9. Ambisi untuk bermegah-megahan daihapuskan dengan qona'ah demi menjagi kemuliaan sikap merasa cukup dan demi menghindari hinanya mencari kebutuhan (Al Ghazali)

Selasa, 10 Juni 2008

7 perkara dan batasannya

Pertama, Nafsu syahwat ada batasnya, yaitu istirahatnya hati dan akal dari ketaatan dan mencapai keutamaan. Kedua, Istirahat ada batasnya, yaitu, mengumpulkan jiwa dan kekuatan sebagai persiapan untuk taat dn mencari keutamaan tanpa merasa bosan, maupun lelah. Ketiga, Kedermawaan ada batasnya, jika melebihi batas akan menjadikan berlebih-lebihan dan mubadzir, tetapi jika kurang akan menjadikan bakhil dan pelit. Keempat, Keberanian ada batasnya, yaitu maju pada saat dituntut maju, dan mundur saat dituntut mundur. Kelima, kecemburuan ada batasnya, jika berlebihan menyebabkan buruk sangka, dan jika melemah menyebabkan lalai dan masa bodoh. Keenam, tawadhu' ada batasnya jika berlebihan menjadikan hina dn rendah diri, jika melemah menjadikan sombong dan keras kepala. Ketujuh, kemuliaan ada batasnya, jika melebihi batas menyebabkan kesombongan dan jika melemah menyebabkan kehinaan dan rendah diri.

yang tepat dari semua sifat diatas adalahd kesederhanaan, yaitu pertengahan antara terlalu berlebihan dan terlalu kekurangan, karena diatas kesederhanaan itulah bangunan kemaslahatan dunia dan akhirat dapat ditegakkan.(Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam Al Fawaid)

Senin, 09 Juni 2008

'Malaikat' di Bandara Casablanca

Berulangkali, saya mencarinya di Bandara Casablanca, tetapi tidak pernah kutemukan pria bernama Moh Yassin. ’Malaikat’-kah Dia?

Saat itu, genap empat bulan setelah bersungkem pada ayah-bunda di Tanah Air. Saya kembali ke Maroko, negeri tempatku kini menempuh studi di universitas al-Qurawiyin (oleh para wisatawan Eropa biasa disebut al-Karawiyine) Maroko.

Ketika Qatar Airwaiys, pesawat yang kunaiki dari Jakarta-Casablanca, transit di Doha (Qatar) selama 18 Jam. Kebetulan mendapat fasilitas hotel al-Muntazah plaza, tidak jauh dari jantung kota Doha . Tentu saja saya tidak mungkin mengurung diri dalam kamar hotel sejak pukul 7.00 pagi itu, dalam benakku memutuskan untuk jalan-jalan.

Setelah sholat Ashar, saya pun berjalan kaki secukupnya di jantung ibu kota Negara yang waktu itu sedang menjadi tuan rumah Asian Games ke-15. Jujur saja saya lebih dari empat kali transit di bandara Doha , tetapi baru kali itu bisa jalan-jalan di jantung kotanya.

Tertarik ingin membeli beberapa barang kecil, utamanya makanan kecil, dalam benakku sekedar ingin ‘mencicipi’. Saya mendekati kotak Automatic Teller Machine (ATM) tertulis "Bank Islami" yang terletak di depan salah satu pusat perbelanjaan, dengan maksud mengambil sejumlah uang yang kubutuhkan.

Awalnya, saya tenang-tenang saja, sebab di ATM itu jelas terdapat logo; Mastercrad, Visa, dan logo lainnya tanda fungsi ATM Internasional, sehingga berdasar logo-logo itu, saya pun yakin bahwa kartu ATM milikku bisa difungsikan di situ.

Sungguh kaget, di luar dugaan, entah kenapa padahal sebelumnya orang silih-berganti tampak dengan normal bisa mengambil uang di situ. Tetapi ketika saya memasukkan kartu ATM, kok tiba-tiba eror? Kagetnya lagi, kartu ATM ’tertelan’ alias tidak bisa keluar. Sedangkan waktu setempat sudah menunjukkan pukul 19.00, tutup kantor. Apalagi hari Jum'at adalah hari libur setempat yang tidak memungkinkan saya untuk langsung menghubungi pihak bank.

Awal Kesedihan

Saya mulai gundah. Dalam hati, saya berdoa; "Semoga tidak terjadi apa-apa dengan sejumlah uang yang berada di rekeningku". Karena ketika itu, saya juga tidak bisa dan tidak mungkin menghubungi ke Indonesia (bank tempat saya buka rekening) untuk menutup kartu ATM yang tertahan di kotak ini.

Dengan perasaan tidak menentu, saya meninggalkan kotak ATM, seraya berpikir bagaimana nanti biaya transportasiku dari bandara Casablanca, ke kota tempat kuliahku yang jaraknya sangat jauh.

Tiba-tiba saya ingat, ketika di bandara Soekarno Hatta, Jakarta , ibuku sempat memasukkan sejumlah uang cash ke dalam saku jaket hitamku, entah berapa jumlahnya. Kurogo sakuku, sayangnya, ternyata bukanlah Dollar atau Euro atau mata uang asing yang bisa ditukar di negara mana saja, tapi hanya lembaran-lembaran Rupiah.

Meski demikian dengan sikap spekulasi saya pun ‘nekat’ mendekati money changer yang kebetulan buka (meskipun di luar jam kerja itu), namun pelayan yang tampangnya orang pekerja asal Pakistan atau India itu, dengan mengggunakan bahasa Arab langsung menolaknya ketika saya mengeluarkan sejumlah Rupiah dari saku jaketku.

Wajah Asia

Waktu setempat Adzan Maghrib sudah lama berkumandang dan dengan niat shalat maghrib dijama Ta'chir, dengan berjalan kaki sayapun memutuskan untuk kembali ke Hotel, tempatku transit.

Baru saja sekitar 30 menit berbaring di kamar no: 22 lantai 6 hotel itu. Tiba-tiba telepon disampingku berbunyi kuangkat: Suara dari sebrang berbahasa Inggris, "Para pengunjung hotel dipersilahkan turun untuk makan malam di restoran yang terletak di lantai dasar."

Restoran itu juga dibuka untuk umum, tidak hanya bagi tamu hotel. Keadaan restoran pun cukup ramai dengan wajah-wajah pribumi beserta keluarganya, bersurban, gamis dan para wanita ber-abaya meski banyak juga yang membuka niqob (cadar)nya. Jauh berbeda ketika kondisi makan siang, tak terlalu ramai.

Muaranya bertanya-tanya dalam hati, kenapa ketika saya duduk seorang diri di samping meja makan dan mengambil menu secukupnya dengan mengenakan kaos oblong dan jaket hitam, para pengunjung restoran (tampang pribumi) selalu saja melihat saya dengan tatapan sinis. Saya pun tetap bersikap tenang.

Selepas makan, saya berbincang-bincang kecil dengan seorang gadis berwajah Filipina yang bekerja sebagai resepsionis di hotel itu, dengan pendekatan ke-Asia-an (dengan bahasa Inggris) saya bertanya, "Kenapa kok para pengunjung restoran hotel ini selama saya berada di ruang makan tampak sinis memandang, padahal sebelumnya saya pernah singgah di negara-negara bagian Teluk lain, seperti Saudi dan lainnya, tetapi tidak seperti ini?"

Si gadis Filipina itu menjawab,"Bisa jadi mereka keanehan, ada wajah Asia nimbrung di meja makan restoran yang dikunjungi mayoritas oleh pribumi berkantong tebal, sedangkan mayoritas wajah Asia di sini hanya jadi pelayan. Dan memang biasanya mereka memandang rendah kepada orang Asia, karena di sini (Asia) dianggap bangsa kelas pembantu". Tandasnya. Setelah berpamitan, sayapun bergegas pergi meninggalkannya.

Pukul 22.00 waktu setempat. Saat itu 2 Desember 2006. Pihak hotel pun memberitahukan, bahwa para pengunjung akan melangsungkan perjalanan ke Casblanca, agar bersiap-siap menuju bandara Doha .

Letak Kesalahanku

Pukul 8.30. GMT, saya tiba di bandara Mohammad V, Casablanca, Maroko. Lebih dari satu jam lamanya saya berpikir. “Bagaimana untuk bisa sampai ke kota tempat kuliahku, sedangkan tidak ada sepeserpun uang yang bisa kupakai untuk naik kereta api, transportasi tunggal dari bandara?”

Dalam ketermenungan, saya berpikir apakah yang menyebabkan 'kesusahan' saya ini. Orang bijak bilang, “setiap hal ada sebabnya”. Tapi apa sebabnya?

Meditel (kartu Hand phone Maroko) pun saya aktifkan kembali, yang kusimpan selama berada di Indonesia. Bermaksud menghubungi kawan-kawanku di Maroko, tapi, nyatanya, tidak ada sepeserpun pulsa di dalamnya. Lengkaplah sudah.

Di tengah kegalauan, tiba-tiba ponselku berdering. Ibundaku dari Indonesia bertanya, "Kamu sudah sampai tujuan dengan selamat?"

Setelah menjawab seperlunya, tidak sengaja saya sepontan bilang, ”Bahwa saya sedang dalam masalah.” Dengan nada sedikit kesal, ibunda berkata, "Apa kamu ingat, ketika ibumu menyelipkan sejumlah uang tunai rupiah di saku jaketmu di bandara Jakarta . Ibu sudah bilang, tukar dulu rupiah ini di money changer, untuk bekal diperjalananmu, tapi waktu itu kamu tampaknnya tidak mengindahkan pesan ibu, kamu bilang cukup dengan kartu ATM yang kau pegang itu. Itulah akibatnya kalau kurang mengindahkan omongan ibumu".

”Jeweran” ibu mengingatkan atas kesalahanku. Saat itu juga, saya langsung memohon maaf pada ibunda. Dengan ringan Beliau pun memaafkanku.

"Pelayanan teknologi (ATM) bisa eror kapan saja. Tapi restu ibumu akan setia kapan dan di mana saja kamu berada, selagi kamu mengindahkan nasehatnya".

Sebelum telpon di putus, ibu sempat mendoakan, ”Semoga kamu mendapat jalan keluar."

Terbersit dianganku. Jika anak manusia selalu berusaha untuk mengindahkan (apalagi mentaati) sekecil apapun pesan-pesan orang tua, utamanya ibunya. Maka ia selalu meraih keberuntungan dan kemudahan segala urusannya dunia dan akhirat. Di antara contohnya ”Malin kundang”, di tengah kesuksesannya dihunjami adzab Tuhan, akibat kedurhakaan kepada ibunya. Na'udzu billah mindzalik.

Pergolakan Prinsip

Jam di dinding bandara Casablanca menujukan pukul 9.30. GMT.

Dengan berifikir cepat, saya sempat melirik beberapa barang ditanganku yang memungkinkan untuk bisa dijual dengan harga murah demi untuk mendapatkan ongkos meneruskan perjalanan. Diantaranya, ada hand phone Nokia N 72 (waktu itu harganya masih cukup lumayan), ada handy Cam Sony jenis mini, laptop, dan berbagai barang berharga lainnya.

Tetapi masih tetap terngiang di telinga pesan kedua orang tuaku, utamanya ibuku. Semenjak saya duduk di bangku pesantren tingkat SLTP, ibu pernah menasehati, "Anak-anakku, dalam kondisi bagaimanapun, jangan sekali-kali kamu menjual barang-barang yang kau pergunakan itu, karena sikap demikian berakibat tidak baik pada pribadimu".

Saya kembali termenung. Unsur Qowaid al-Fiqh pun sempat hinggap di benakku:”al-Hukmu yadurru ma’a illatihi a’daman wa wujudan”. Atau hal haram bisa menjadi halal sesuai tuntutan situasi dan kondisi. Seolah-olah pikiran semacam itu mendorongku untuk menjual sebagian barang-barangku, melanggar pesan ibuku. Demi mendapatkan ongkos.

Akan tetapi, perspektif tasawwuf, sungguh tidak baik jika melanggar pesan orang tua kedua kalinya, utamanya ibunda. Meskipun sekarang ini saya dalam kondisi sangat membutuhkan uang, demikian gumamku.

Di sisi lain saya menyadari, ketika di bandara Jakarta saya kurang mengindahkan pesan ibunda, tersebut di atas tadi. Dan 'kesusahan' ini akibatnya.

Berniat (belajar) selalu mentaati nasihat orang tuaku. Kuputuskan untuk tidak menjual barang apapun, apalagi laptop yang di dalamnya terdapat data-data penting.

Lagi-lagi, saya pun berspekulasi (seperti di Qatar tadi), sejumlah rupiah yang ada di saku kukeluarkan dan mendekati money changer, dan sudah kuperkirakan sebelumnya, di sanapun menjawab, "Di sini tidak menerima Rupiah". Demikian penjelasan mereka menggunakan bahasa Perancis, bahasa resmi di instansi-instansi Maroko itu.

Di depan money changer itu, saya berdiri dengan memegang dua tasku, diam berdo'a dalam hati tak terasa air mataku membasahi pipi, termenung, berpikir mencari jalan keluar, di tengah-tengah kejamnya kota Casablanca itu. Ya, Maroko memang bagian Negara Arab berpenduduk mayoritas Muslim, tetapi berbagai aspek hidup dan kehidupannya sudah terkena imbas Eropa, individualistis dan egoistisnya lebih kejam daripada Jakarta .

'Malaikat'

Di saat ketermenungan, tiba-tiba saya dikagetkan datangnya seorang laki-laki berpakaian dinas polisi bandara setempat. (Maaf), tangan kanannya buntung tanpa jari-jari. Sambil menepuk punggungku dia mengucapkan "Assalamu'alaikum".

Belum selesai menjawab ucapan,"Wa'alaikum salam". Dia berkata lagi (dengan bahasa Arab), "Wahai anak muda, kamu berasal dari negara bagian Asia, ya? Dan ada masalah apakah tampaknya kamu gusar?"

Saya menjelaskan secukupnya saja. Tiba-tiba dia mengeluarkan sejumlah Dirham (mata uang Maroko) dengan jumlah yang lebih dari cukup untuk ongkos yang saya butuhkan, ia membeberkan dan menyodorkannya ke saya.

Awalnya sayapun menolak, tapi ia memaksaku untuk menerimanya.

Baru saja saya menyentuh uang itu, ia buru-buru merogoh sakunya lagi, dan mengeluarkan sejumlah uang dalam bentuk Riyal Saudi dan Dollar Amerika (saya lupa jumlah persisnya), seraya berkata, "Ini uang tambahan. Kalau tadi kamu menukar uang (Rupiah, pen) ditolak, maka tukarlah uang-uang ini, kamu tidak akan ditolak lagi”. Tandasnya, seolah-olah dia tahu kalau sebelumnya saya menukar Rupiah dan ditolak, seraya Ia pun buru-buru ngeloyor pergi.

Saya buru-buru mencegat langkahnya. Dia bertanya: "Ada apalagi?"

"Bolehkah tau namamu?", tanyaku.

"Tidak perlu?"

"Bolehkan saya tahu nomer telponmu?"

"Tidak ada manfaatnya," tambahnya.

"Cukup besar uang yang kamu berikan padaku, maka ambillah salah-satu identitasku ini, entah passport, atau KTP (Maroko) atau kartu mahasisswa, besok atau lusa saya datang padamu untuk mengambilnya dan mengembalikan uang yang kau pinjamkan ini. Karenanya, saya minta nomer telpon antum," begitu pintaku.

Dengan tegas, ia menjawab, ”Saya tidak meminjamkan uang padamu, uang-uang itu adalah hakmu. Jika kapan-kapan kamu singgah di bandara Casablanca ini, cari saja namaku, Mohammad Yasin." Dan, pria baik hati itupun buru-buru pergi meninggalkanku yang saat itu masih kaget dan bercampur heran.

Dua minggu kemudian, dari Tetouan, kota tempat kuliah, saya menjemput kakaku yang baru datang dari Saudi Arabia di bandara Casablanca.

Mengenal peristiwa sebelumnya, saya sudah saya menyiapkan sejumlah uang dalam amplop, untuk saya kembalikan kepada orang yang mengaku bernama Mohammad Yasin tadi. Tetapi sesampainya di Bandara Casablanca, saya tak menemukan pria itu.

Sudah beberapa aparat dan kantor polisi bandara aku tanyai, tak ada orang bernama Mohammad Yasin.

Dua puluh hari kemudian, saya kembali lagi ke bandara Casablanca menjemput sahabatku mahasiswa universitas az-Zaituna Tunis yang berkunjung ke Maroko.

Saya pun kembali mencari orang yang bernama "Mohammad Yasin" di setiap pos dan kantor pegawai bandara, termasuk mengecek di pusat data pegawai bandara, namun ternyata saya tetap belum menemukannya, dan mayoritas pegawai di sana menjawab: "Di bandara ini tidak ada pegawai yang bernama Mohammad Yasin"

Jujur awalnya saya ragu menulis kisah ini. Tetapi karena pencarian itu sudah saya lakukan berulang- kali hampir satu tahun lamanya, kucari dan kucari dia setiap kali saya ada keperluan di bandara Casablanca. Namun belum kutemukan juga orang itu. Sampai saya buat tulisan ini. Jadi, siapakah Dia? Wallohu a'lam . [Nasrulloh Afandi. Sekarang sedang melanjutkan kuliah di Maroko. E-mail: gusgaul@yahoo.

Kendalikanlah perutmu

"Perut adalah sarang penyakit, dan berpantangan (menjaganya) adalah induknya obat" (Al Harists bin Kaldah/seorang dokter arab)

Hadist:

"Tidaklah seorang anak cucu Adam memenuhi bejana, yang lebih buruk dari (memenuhi) perutnya".

"Cukuplah bagi anak Adam memakan makanan yang dapat menegakkan tulang punggungnya, (jika harus lebih dari itu), maka sebaiknya 1/3 untuk jatah makanan, 1/3 untuk jatah minuman, dan 1/3 untuk jatah oksigen (udara)"

orang yang cerdas adalah yang menjadi pengendali (sayyid) dalam mewujudkan keinginanya dengan cara yang logis dan bijak. adapun fungsi makanan bukan karena kuantitasnya tetapi karena kualitas gizinya.

Jagalah lisanmu....

"Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir" (Qaaf: 18)

bahkan dalam kondisi tertentu lebih baik diam:

"Diam itu hikmah, tapi sedikit orang yang melakukannya" (Lukman Al-Hakim)

Perbedaan (pendapat) di antara ummatku adalah rahmat

"Perbedaan (pendapat) di antara ummatku adalah rahmat" (Al Qasim bin Muhammad*)

*Nama lengkapnya Al Qasim bin Muhammad bin abu Bakar ash Shiddiq. Imam panutan yang tegar (tsabit). Ia dilahirkan pada masa pemerintahan Imam Ali bin Abu Thalib. Ia adalah anak emas pada masanya yang wafat pada tahun 107 H.

Berlaku seimbanglah dalam setiap urusan...

"Sebaik-baik perkara adalah pertengahannya (Keseimbangan)" (Mutharrif bin Asy-Syakhir*)

*Nama lengkapnya Muthraf bin Abdullah bin Asy Syakhir. Ia seorang Imam teladan al hujjah. Lahir pada tahun perang badar dan perang uhud. ia wafat pada awal kepemimpinan al hajjaj.

Sholat Malamlah...

"Siapa yang banyak shalat di waktu malamnya, maka wajahnya akan elok pada siang harinya" (Syarik*)

*Nama lengkapnya Syarik bin Abdillah bin Abi Namir An Nakh'i al Kufi al qadhi. wafat tahun 77 H. ia termasuk seorang ulama hadist.

Muhasabah (Introspeksi diri)

”Hisablah diri kalian, sebelum diri kalian dihisab” (Umar bin al Khathab r.a)

Proporsional antara bekerja dan beribadah

”Bekerjalah untuk duniamu, seakan-akan engkau hidup selamanya. Dan beramallah untuk akhiratmu, seakan-akan esok hari engkau meninggal dunia” ( Ibnu Umar r.a)

Berolah ragalah

”Ajarkanlah anakmu memanah, berenang, dan menunggang kuda” (Umar bin Al Khathab)

Hati-hati dengan lisanmu

“Siapa saja yang banyak omongannya, akan banyak kesalahannya” (Umar bin Al Khathab r.a)

Minggu, 08 Juni 2008

Keutamaan Abu Bakar, karena banyak amal baiknya

"Jika keimanan Abu Bakar ditimbang dengan keimanan penduduk bumi, maka (keimanannya) lebih unggul" (Umar bin al Khathab ra)

Keutamaan berfikir/bertafakkur

"Berfikir/bertafakkur sesaat, lebih baik daripada sholat semalaman" (Abu Darda r.a)

Abu Darda, nama lengkapnya adalah Umair bin Zayd Qais al Anshari al Khazraji, seorang bijak dan pemimpin para Qari di Dimasyqi, Masuk islam pada perang bada, wafat tahun 32 H

Sabtu, 07 Juni 2008

Direktur Itu Bersyahadat

Akhirnya, ”wanita menyebalkan” dengan tertawanya yang lepas dan bersuara keras itu mengucapkan dua kalimah syahadat dan memeluk Islam
Oleh: M. Syamsi Ali

Ketika pertama kali mengikuti kelas the Islamic Forum, wanita ini cukup menyebalkan sebagian peserta. Pasalnya, orangnya seringkali tertawa lepas, bersuara keras dan terkadang dalam mengekpresikan dirinya secara blak-blakan. Bahkan tidak jarang di tengah-tengah keseriusan belajar atau berdiskusi dia tertawa terbahak. Hal ini tentunya bagi sebagian peserta dianggap kurang sopan.

Theresa, demikian dia mengenalkan dirinya, sangat kritis dan agresif dalam menyampaikan pandangan-pandangannya. “From what I’ve learned I do believe Islam is the best religion”, katanya suatu ketika. “but why women can not express themselves freely as men?, lanjutnya.

Dalam sebuah diskusi tentang takdir dan bencana alam, tiba-tiba Theresa menyelah “wait..wait…what? I don’t think God will allow people to suffer”. Ternyata maksud Theresa adalah bahwa Allah itu Maha Penyayang dan tidak mungkin akan menjadikan hamba-hambaNya menderita. Dia menjelaskan bahwa tidak mungkin bisa disatukan antara sifat Allah Yang Maha Pemurah dan penyayang dan bencana alam yang terjadi di berbagai tempat.

Biasanya saya memang tidak terlalu merespon secara serius terhadap pertanyaan atau pernyataan si Theresa tersebut. Saya tahu bahwa dia memang memiliki kepribadian yang lugas dan apa adanya, dan sangat cenderung untuk merasionalisasi segala hal. Belakangan saya tahu bahwa Theresa dengan nama akhir (last name) Gordon, ternyata adalah direktur sebuah rumah sakit swasta di Manhattan. Kedudukannya itu menjadikannya cukup percaya diri dan berani dalam mengekspresikan dirinya.

Namun dalam tiga minggu sebelum Ramadan lalu, terjadi perubahan drastis pada sikap dan cara bertutur kata Theresa. Kalau biasanya tertawa terbahak apa adanya, dan bahkan tidak ragu-ragu memotong pembicaraan atau penjelasan-penjelasan saya dalam diskusi-diskusi di kelas, kini dia nampak lebih kalem dan sopan. Hingga suatu ketika dia bertanya: “Is it true that Islam does not allow the women to laugh loudly?” Saya mencoba menjelaskan kepadanya: “It depends on its context” jawabku.

“Some women or people laugh loudly for no reasons but an expression of bad attitude. But some others do laugh because that is their nature”, jelasku.

Maksud saya dalam penjelasan tersebut, jangan-jangan Theresa sering tertawa keras dan apa adanya memang karena tabiatnya. Bukan karena prilaku yang salah. Kalau memang itu sudah menjadi bagian dari tabiatnya, tentu tidak mudah merubahanya. Sehingga kalau saya terfokus kepada masalah ketawa, jangan-jangan dia terpental dan lari dari keinginannya untuk belajar Islam.

Suatu hari Theresa meminta waktu kepada saya setelah kelas. Menurutnya ada sesuatu yang ingin didiskusikan. Setelah kelas usai saya tetap di tempat bersama Theresa. “I am sorry Imam” katanya. “Why and what is the reason for the apology?”, tanyaku. “I think I’ve been impolite in the class in the past”, katanya seraya menunduk. “Sister Theresa, I have been teaching in this class for almost 7 years. Alhamdulillah, I’ve received many people with many backgrounds. Some people are very quite and some others are the opposite”, jelasku. “But I always keep in mind that people have different ways of understanding things and different ways of expressing things”, lanjutku.

Saya kemudian menjelaskan kepadanya karakter manusia dengan merujuk kepada para sahabat sebagai contoh. Di antara sahabat-sahabat agung Rasulullah SAW ada Abu Bakar yang lembut dan bijak, tapi juga ada Umar yang tegas dan penuh semangat. Ada Utsman yang juga lembut dan sangat bersikap dewasa, tapi juga ada Ali yang muda tapi tajam dalam pandangan-pandangannya. “Even between themselves, they often involved in serious disagreement”, kataku. Tapi mereka salaing mamahami dan saling menghormati dalam menyikapi perbedaan-perbedaan yang ada.

“Do you think I will be able to change?”, tanyanya lagi. Saya berusaha menjelaskan bahwa memang ada hal-hal yang perlu dirubah dari cara bersikap dan bertutur kata, dan itu adalah bagian esensial dari ajaran agama Islam. Tapi di sisi lain, saya ingin menyampaikan bahwa dalam melakukan semua hal dalam Islam harus ada pertimbangan prioritas. “I am sure, one day when you decide to be a Muslim, you will do so”, motivasi saya. “But don’t expect to change in one day”, lanjutku.

Hampir sejam kami berdialog dengan Theresa. Ternyata umurnya sudah mencapai kepala 4. Bahkan Theresa adalah seorang janda beranak satu wanita dan sudah menginjak remaja.

Hari-hari Theresa memang sibuk Sebagai direktur rumah sakit di kota besar seperti Manhattan, tentu memerlukan kerja keras dan pengabdian yang besar. Tapi hal itu tidak menjadikan Theresa surut dari belajar Islam. Setiap hari Sabtu pasti disempatkan datang walaupun terlambat atau hanyak untuk sebagian waktu belajar.

Sekitar dua minggu sebelum Idul Adha, Theresa datang ke kelas sedikit lebih awal dan nampak berpakaian rapih. Selama ini biasanya berkerudung untuk sekedar memenuhi peraturan mesjid, tapi hari itu nampak berpakaian Muslimah dengan rapih. “You know what, I’ve decided to convert”, katanya memulai percakapan pagi itu. “Alhamdulillah. You did not decide it Sister!”, kataku. “When some one decides to accept Islam, it’s God’s decision”, jelasku.

Beberapa saat kemudian beberapa peserta memasuki ruangan. Saya menyampaikan kepada mereka bahwa ada berita gembira. “A good news, Theresa have decided to be a Muslim today”. Hampir saja semua peserta yang rata-rata wanita itu berpaling ke Theresa dan menyalaminya. “So the big lady will be a Muslim?”, kata salah seorang peserta. Memang Theresa digelari “big lady” karenanya sedikit gemuk.

Menjelang shalat Dhuhur, saya meminta Theresa untuk mengambil air wudhu. Sambil menunggu adzan Dhuhr, saya kembali menjelaskan dasar-dasar islam secara singkat serta beberapa nasehat kepadanya. Saya juga berpesan agar kiranya Theresa dapat menggunakan posisinya sebagai direktur rumah sakit untuk kepentingan Islam. “Insha Allah!”, katanya singkat.

Setelah adzan dikumandangkan saya minta Theresa untuk datang ke ruang utama masjid. Di hadapan ratusan jama’ah, Theresa mempersaksikan Islamnya: “Laa ilaaha illa Allah-Muhammadan Rasul Allah”. Allahu Akbar! [www.hidayatullah.com]

New York, December 24, 2007

* Penulis adalah imam Masjid Islamic Cultural Center of New York. Syamsi adalah penulis rubrik "Kabar Dari New York" di www.hidayatullah.com