Minggu, 21 Desember 2008

Sandrina Malakiano Fatah Story


Setiap kali sebuah musibah datang, maka sangat boleh jadi di belakangnya
sesungguhnya menguntit berkah yang belum kelihatan. Saya sendiri yakin
bahwa "
sebagaimana Islam mengajarkan " di balik kebaikan boleh jadi tersembunyi
keburukan dan di balik keburukan boleh jadi tersembunyi kebaikan.

Saya sendiri membuktikan itu dalam kaitan dengan keputusan memakai hijab
sejak
pulang berhaji di awal 2006. Segera setelah keputusan itu saya buat,
sesuai
dugaan, ujian pertama datang dari tempat saya bekerja, Metro TV.

Sekalipun tanpa dilandasi aturan tertulis, saya tidak diperkenankan
untuk
siaran karena berjilbab. Pimpinan Metro TV sebetulnya sudah mengijinkan
saya
siaran dengan jilbab asalkan di luar studio, setelah berbulan-bulan saya
memperjuangkan izinnya. Tapi, mereka yang mengelola langsung beragam
tayangan
di Metro TV menghambat saya di tingkat yang lebih operasional. Akhirnya,
setelah enam bulan saya berjuang, bernegosiasi, dan mengajak diskusi
panjang
sejumlah orang dalam jajaran pimpinan level atas dan tengah di Metro TV,
saya
merasa pintu memang sudah ditutup.

Sementara itu, sebagai penyiar utama saya mendapatkan gaji yang tinggi.
Untuk
menghindari fitnah sebagai orang yang makan gaji buta, akhirnya saya
memutuskan
untuk cuti di luar tanggungan selama proses negosiasi berlangsung. Maka,
selama
enam bulan saya tak memperoleh penghasilan, tapi dengan status yang
tetap
terikat pada institusi Metro TV.

Setelah berlama-lama dalam posisi yang tak jelas dan tak melihat ada
sinar di
ujung lorong yang gelap, akhirnya saya mengundurkan diri. Pengunduran
diri ini
adalah sebuah keputusan besar yang mesti saya buat. Saya amat mencintai
pekerjaan saya sebagai reporter dan presenter berita serta kemudian
sebagai
anchor di televisi. Saya sudah menggeluti pekerjaan yang amat saya
cintai ini
sejak di TVRI Denpasar, ANTV, sebagai freelance untuk sejumlah jaringan
TV
internasional, TVRI Pusat, dan kemudian Metro TV selama 15 tahun, ketika
saya
kehilangan pekerjaan itu. Maka, ini adalah sebuah musibah besar bagi
saya.

Tetapi, dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan memberi saya yang
terbaik dan
bahwa dunia tak selebar daun Metro TV, saya bergeming dengan keputusan
itu.
Saya yakin di balik musibah itu, saya akan mendapat berkah dari-Nya.

HIKMAH BERJILBAB

Benar saja. Sekitar satu tahun setelah saya mundur dari Metro TV, ibu
saya
terkena radang pankreas akut dan mesti dirawat intensif di rumah sakit.
Saya
tak bisa membayangkan, jika saja saya masih aktif di Metro TV, bagaimana
mungkin saya bisa mendampingi Ibu selama 47 hari di rumah sakit hingga
Allah
memanggilnya pulang pada 28 Mei 2007 itu. Bagaimana mungkin saya bisa
menemaninya selama 28 hari di ruang rawat inap biasa, menungguinya di
luar
ruang operasi besar serta dua hari di ruang ICU, dan kemudian 17 hari di
ruang
ICCU?

Hikmah lain yang saya sungguh syukuri adalah karena berjilbab saya
mendapat
kesempatan untuk mempelajari Islam secara lebih baik. Kesempatan ini
datang
antara lain melalui beragam acara bercorak keagamaan yang saya asuh di
beberapa
stasiun TV. Metro TV sendiri memberi saya kesempatan sebagai tenaga
kontrak
untuk menjadi host dalam acara pamer cakap (talkshow) selama bulan
Ramadhan.

Karena itulah, saya beroleh kesempatan untuk menjadi teman dialog para
profesor
di acara Ensiklopedi Al Quran selama Ramadhan tahun lalu, misalnya. Saya
pun
mendapatkan banyak sekali pelajaran dan pemahaman baru tentang agama dan
keberagamaan. Islam tampil makin atraktif, dalam bentuknya yang tak bisa
saya
bayangkan sebelumnya. Saya bertemu Islam yang hanif, membebaskan,
toleran,
memanusiakan manusia, mengagungkan ibu dan kaum perempuan, penuh
penghargaan
terhadap kemajemukan, dan melindungi minoritas.

Saya sama sekali tak merasa bahwa saya sudah berislam secara baik dan
mendalam.
Tidak sama sekali. Berjilbab pun, perlu saya tegaskan, bukanlah sebuah
proklamasi tentang kesempurnaan beragama atau tentang kesucian. Berjibab
adalah
upaya yang amat personal untuk memilih kenyamanan hidup.

Berjilbab adalah sebuah perangkat untuk memperbaiki diri tanpa perlu
mempublikasikan segenap kebaikan itu pada orang lain. Berjilbab pada
akhirnya
adalah sebuah pilihan personal. Saya menghormati pilihan personal orang
lain
untuk tidak berjilbab atau bahkan untuk berpakaian seminim yang ia mau
atas
nama kenyamanan personal mereka. Tapi, karena sebab itu, wajar saja jika
saya
menuntut penghormatan serupa dari siapapun atas pilihan saya menggunakan
jilbab.

Hikmah lainnya adalah saya menjadi tahu bahwa fundamentalisme bisa
tumbuh di
mana saja. Ia bisa tumbuh kuat di kalangan yang disebut puritan. Ia juga
ternyata bisa berkembang di kalangan yang mengaku dirinya liberal dalam
berislam.

Tak lama setelah berjilbab, di tengah proses bernegosiasi dengan Metro
TV, saya
menemani suami untuk bertemu dengan Profesor William Liddle " seseorang
yang
senantiasa kami perlakukan penuh hormat sebagai sahabat, mentor, bahkan
kadang-kadang orang tua " di sebuah lembaga nirlaba. Di sana kami juga
bertemu
dengan sejumlah teman, yang dikenali publik sebagai tokoh-tokoh liberal
dalam
berislam.

Saya terkejut mendengar komentar-komentar mereka tentang keputusan saya
berjilbab. Dengan nada sedikit melecehkan, mereka memberikan sejumlah
komentar
buruk, sambil seolah-olah membenarkan keputusan Metro TV untuk melarang
saya
siaran karena berjilbab. Salah satu komentar mereka yang masih lekat
dalam
ingatan saya adalah, Kamu tersesat. Semoga segera kembali ke jalan yang
benar.

Saya sungguh terkejut karena sikap mereka bertentangan secara diametral
dengan
gagasan-gagasan yang konon mereka perjuangkan, yaitu pembebasan manusia
dan
penghargaan hak-hak dasar setiap orang di tengah kemajemukan.

Bagaimana mungkin mereka tak faham bahwa berjilbab adalah hak yang
dimiliki
oleh setiap perempuan yang memutuskan memakainya? Bagaimana mereka tak
mengerti
bahwa jika sebuah stasiun TV membolehkan perempuan berpakaian minim
untuk
tampil atas alasan hak asasi, mereka juga semestinya membolehkan seorang
perempuan berjilbab untuk memperoleh hak setara? Bagaimana mungkin
mereka
memiliki pikiran bahwa dengan kepala yang ditutupi jilbab maka
kecerdasan
seorang perempuan langsung meredup dan otaknya mengkeret mengecil?

Bersama suami, saya kemudian menyimpulkan bahwa fundamentalisme "
mungkin dalam
bentuknya yang lebih berbahaya " ternyata bisa bersemayam di kepala
orang-orang
yang mengaku liberal. ***
Dari Facebook-nya Sandrina Malakiano Fatah

Tidak ada komentar: